Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Penghapusan Visa Progresif Disambut Positif, Bukti Saudi Terima Lebih Banyak Lagi Jamaah Haji

Monday, September 9, 2019 | 10:04 WIB Last Updated 2019-09-09T03:04:16Z

HAJIMAKBUL.COM - Dekrit Arab Saudi soal penghapusan visa progresif haji dan umrah disambut positif oleh calon jamaah haji Indonesia. Calon jamaah haji berharap kebijakan Raja Salman berpengaruh pada antrean haji yang sekarang ada yang mencapai 39 tahun seperti di Sulawesi Selatan atau paling pendek 18 tahun. 
"Selain visa furodah, penghapusan visa progresif ini secara tidak langsung memberi gambaran bagi kami kalau Arab Saudi akan lebih banyak lagi menerima jamaah haji dan umrah sebab kapasitas Masjidil Haram dan tempat ritual haji lain sudah semakin luas. Visa progresif tidak terkait orang seperti saya yang belum berhaji. Sebab itu untuk mereka yang sudah berhaji. Tapi ini tetap kabar gembira bagi kami. Semoga saya berangkat hajinya bisa maju dari tahun 2022 menjadi setidaknya tahun 2020 atau 2021," kata Ummu Kamilah, calon jamaah haji asal Sidoarjo, saat ditemui di Kafe Teras 818 Bluru Permai Sidoarjo, Senin 9 September 2019.
Seperti diberitakan Hajimakbul.com sebelumnya, Arab Saudi menghapus visa progresif dengan tujuan antara lain untuk memperbanyak kunjungan jamaah haji dan umrah.
Sebelumnya Arab Saudi memberlakukan kebijakan baru bagi jamaah dan petugas Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) yang pernah berhaji. Kedua pihak harus membayar biaya visa jika ingin kembali menunaikan haji rukun Islam yang kelima tersebut.
"Bagi jamaah haji dan TPHD yang sudah pernah berhaji akan dikenakan biaya visa sebesar SAR 2,000 atau setara Rp7.573.340 dengan kurs SAR 1 senilai Rp3.786," kata Direktur Pelayanan Haji dalam Negeri Kementerian Agama RI Muhajirin Yanis beberapa waktu lalu.
Proses pembayaran visa dilakukan bersamaan dengan pelunasan BPIH. Dengan demikian, selain harus membayar selisih BPIH, jamaah dan TPHD yang sudah pernah berhaji juga harus membayar biaya visa.
Jemaah dan TPHD yang dikenai visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang dikeluarkan oleh Arab Saudi. Namun demikian, sebagai data awal, Kemenag sebelumnya sudah mengidentifikasi awal melalui Siskohat. Data siskohat juga akan menjadi basis awal pengenaan biaya visa progresif yang harus dibayarkan saat pelunasan.
"Ada kemungkinan, jamaah dalam data siskohat belum berhaji, namun di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, maka jamaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. Jika tidak, visanya dibatalkan," tutur Muhajirin.
Sebaliknya, bila dalam data Siskohat dinyatakan berstatus haji dan membayar biaya visa, namun ternyata oleh pemerintah Saudi tidak wajib membayar, maka biaya visa yang telah dibayarkan akan dikembalikan lagi. Proses pengembaliannya melalui usulan Direktorat Jenderal PHU kepada BPKH.
Batas waktu membayar visa bagi jamaah atau TPHD tersebut paling lambat tujuh hari setelah pemberitahuan dari Kanwil Kemenag Provinsi. Bila melewati batas waktu tersebut maka visa haji dianggap batal dan jamaah tidak dapat berangkat pada tahun berjalan.
Bagi jamaah yang batal berangkat namun sudah membayar visa, Muhajirin menegaskan biaya visanya tidak dapat dikembalikan. Hal yang dapat dikembalikan kepada jamaah hanyalah BPIH yang telah dibayarkan saat setoran awal dan setoran lunas.
"Bagi jamaah yang menunda keberangkatan dan termasuk yang membayar visa, maka biaya visa untuk keberangkatan berikutnya dilakukan sesuai ketentuan Arab Saudi," paparnya.
Itulah aturan yang memberatkan jamaah haji atau umrah yang sudah melakukan dua ibadah tersebut. Karena itu, baik para haji maupun calon jamaah haji menyambut  positif kebijakan Raja Salman itu.
 "Semoga ada pengaruhnya pada calon jamaah haji. Saya sendiri sudah berhaji, tetap saja ingin suatu saat bisa berhaji lagi. Umrah juga sudah, alhamdulillah. Semoga semua umat Islam di tanah air bisa berhaji dan umrah. Amiin," kata Sulaiman, warga Jombang, Senin pagi tadi. (Huda Sabily)
×
Berita Terbaru Update