Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ramadan Itu Bulan Al-Quran (18)

Thursday, May 23, 2019 | 18:42 WIB Last Updated 2019-05-28T00:45:53Z
Imam Shamsi Ali bersama H. Raymond Arif, Ustad KH Arifin Ilham, dan H. Derry Sulaiman. (Foto: Time Indonesia)

Oleh
Imam Shamsi Ali* 

HAJIMAKBUL. COM - Demikian dahsyatnya kekuatan ruhiyah Al-Quran sehingga sekiranya diturunkan di atas sebuah gunung niscaya gunung itu akan goncang. Goncang karena rasa takut terhadap Allah SWT, Pencipta langit dan bumi. 

“Kalau seandainya Kami turunkan Al-Quran ini di atas sebuah gunung, niscaya engkau akan melihatnya goncang karena takut kepada Allah. Demikian permisalan itu Kami berikan kepada manusia agar mereka berpikir” (Al-Quran). 

Sepanjang sejarahnya Al-Quran membuktikan kemukjizatan (kekuatan) itu dalam segala bidang kehidupan. 

Secara global kemukjizatan terbesar Al-Quran tersimpulkan dalam fakta mengubah dunia dari alam kegelapannya (zhulumaat) ke alam yang terang (nuur) dan beradab (civilized). 

Jazirah Arabia dalam masa yang relatif singkat tertransformasi dari alam jahiliyah ke alam yang tidak saja berperadaban. Tapi menjadi tunas kebangkitan peradaban dunia modern di kemudian hari. 

Dengan ajaran-ajarannya yang “mu’jiz”, menggeser kegelapan peradaban Eropa  dengan cahaya peradaban Islam. Yang dengannyalah peradaban Eropa yang ketika itu stagnan, bahkan dalam lobang kehancurannya, kembali hidup. 

Salah satu aspek kekuatan Al-Quran juga adalah kemampuannya dalam membangun kesadaran keragaman manusia. Dengan ajaran universalnya, Al-Quran mengajarkan bahwa perbedaan apapun, termasuk ras, etnik dan warna kulit bukan lagi sesuatu yang ditakutkan.

Sebaliknya dengan ajaran Al-Quran yang luar biasa itu terbangun penerimaan (acceptance), bahkan penghargaan (appreciation) terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Dari cara pandang yang rasis ke cara pandang yang adil. Al-Quran membangun kesabaran bahwa keragaman (diversity) itu adalah kekayaan dan keindahan (beauty). 

Al-Quran juga hadir untuk mengembalikan hak-hak dan kemuliaan kaum hawa. Wanita pra Islam di semenanjung Arabia, bahkan di seantero dunia, adalah makhluk yang diragukan kemanusiaannya. Apakah wanita itu manusia sempurna atau tidak? 

Bahkan masyarakat Arab pra Islam melihat anak-anak wanita sebagai beban. Karenanya tidak jarang dikubur hidup-hidup. 

Mu’jizah Al-Quran juga terlihat dalam perdamaian. Dengan Al-Quran, bangsa Arab yang telah beratus-ratus tahun berperang saudara, dendam di atas dendam, kembali bersatu dan bersaudara bahkan melebihi saudara sekandung.

“Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama Allah dan janganlah bercerai berai. Dan ingatlah nikmat Allah ketika kamu saling bermusuhan lalu Allah jinakkan hati-hati kamu. Maka kamu pun menjadi saudara karena nikmatNya” (Al-Quran). 

Di zaman keangkuhan manusia di bidang sains dan teknologi Al-Quran hadir untuk menyadarkan manusia bahwa “Di atas semua yang berilmu ada yang Maha Tahu” (wa fauqa kulli dzi ilmin Amin). 

Sebagian informasi-informasi keilmuan Al-Quran baru saja di belakangan hari ditemukan sebagai fakta-fakta ilmiah. 

“Tidakkah kamu tahu bahwa langit dan bumi pernah menyatu lalu Kami pisahkan” (Al-Quran). Belakangan ditemukan teori Big Bang.

“Dan Kami jadikan dari air semua yang hidup” (Al-Quran). Belakangan disimpulkan  oleh para ahli bahwa memang dasar kehidupan itu adalah air. 

“Dan Kami jadikan gunung-gunung itu sebagai pasak” (Al-Quran). Yang kemudian ditemukan bahwa jika saja bukan karena gunung-gunung niscaya bumi ini akan goncang terus menerus karena komposisi perairan bumi yang lebih luas. 

Sejak awal Al-Quran telah membuktikan diri sebagai “mu’jiz” dengan mengalahkan keangkuhan masyarakat Arab dalam bahasa. 

Dari awal turunnya hingga detik ini bahasa Al-Quran itu merupakan bahasa yang tiada duanya, baik dari segi kekayaan maupun keindahannya. 

Seorang ahli bahasa di salah satu Universitas Amerika baru-baru ini menuliskan kekagumannya terhadap bahasa Al-Quran. Dan itu semua hanya dalam beberapa aspek. 

Sebagai misal, pilihan kata dalam Al-Quran itu begitu teliti dan pas. Salah satunya kata jama’ kerap terpakai dua bentuk untuk satu kata yang sama. 

Kata “ni’matun” (nikmat) memiliki dua bentuk kata jama’ atau pluralnya. Yaitu “ni’am” dan “an’um”. Keduanya berarti “nikmat-nikmat”. 

Lalu apa perbedaan keduanya? 

Kata “ni’am” terpakai dalam ayatnya: wa asbagha alaikum ni’amahu zhoohiratan wa baathinah. Yang artinya: Dan Allah memberikan kepadamu nikmat-nikmatNya, baik yang bersifat lahir maupun batin.

Sementara kata “an’um” terpakai di ayat yang menggambarkan karakter Ibrahim AS yang ahli syukur. “Syaakiran li an’umihi”. 

Dari kedua ayat itu dipahami bahwa kata “ni’am” itu dihubungkan dengan kenikmatan dari sisi Allah. Sementara “an’um” adalah penyebutan nikmat dari sisi hambaNya. 

“Ni’am” memaknai kenikmatan dari Allah yang tiada batas. Sementara “an’um” memaknai kenikmatan yang mampu disyukuri dengan segala keterbatasannya. 

Saya ingin menutup bahasan “i’jaz lughawi” Al-Quran dengan melihat keseimbangan kata dan makna yang tergandung. Ambillah sebagai misal sebuah ayat yang sangat popular dalam Al-Quran. Itulah ayat Al-Kursy.

Ayat itu mengandung sembilan poin utama: 1) Allahu Laa ilaaha illa Huwal Hayyul Qayuum. 2) laa ta’khufzuhu sinatun wa laa naum. 3) lahuu maa fis samawati wa maa fil-Ardhi. 4) man dzalladzi yasyfa’u indahu illa bi idznih. 5) ya’lamu maa baena aedihim wa maa khalfahum. 6) wa laa yuhiithuuna bisyaein min ilmihi illa bimas syaa. 7) wasi’a kursiyyuhu as-samawati wal-ardha. 8) wa laa ya’uuduhu higzhuhuma. 9) waHuwa al-Aliiyyul Adziim.

Perhatikan pasangan kesembilan poin itu. Poin pertama semakna dengan poin terakhir. Poin kedua semakna dengan poin kedua terakhir. Poin ketiga semakna dengan poin ketiga terakhir. Poin keempat semakna dengan poin keempat terakhir. Dan poin kelima itu menggabung keempat poin sebelumnya dan setelahnya. 

Setelah bertahun-tahun kita baca, bahkan hafal ayat ini barulah tersadarkan betapa agungnya konsolidasi kata dan makna di ayat ini. Itu baru dari segi penempatan kata-kata dari sudut kontennya. Belum kita selami kedalaman setiap pilihan katanya.

Kesimpulannya di bulan Ramadhan ini yang di dalamnya diturunkan “Mu’jizatul mu’jizaat” (miracle of all miracles) mari kita tingkatkan kedekatan kita kepada Al-Quran. Jangan sampai kita termasuk mereka yang dianggap meninggalkan Al-Quran (ittakhadzal Qur’aana mahjuura). 

Jadikanlah Ramadhan ini sebagai momentum untuk menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk hidup. Bukan petunjuk mati. Yang dengan itu seseorang akan hidup di jalan Allah, sebelum masanya akan mati di jalan Allah pula. 

Dan semoga dengan kedekatan kita dengannya di akhirat kelak Al-Quran akan menjadi pembela (syaahidun lana) bukan lawan (alaina). Amiin. (*)

Bandara Doha, 23 Mei 2019

* Penulis adalah Presiden Nusantara Foundation 

Foto: bersama guru, murabbi, mujahid dakwah, Al-Ustadz KH Arifin Ilham. Ghafara Allahu lahu wa ‘afaa anni. Al-Fatihah!

×
Berita Terbaru Update