Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ungkapan Sedih Warga NU: Goblokku, Goblokmu, Goblok Kita!

Tuesday, April 9, 2019 | 09:30 WIB Last Updated 2019-04-09T02:39:35Z

                                            KH Rozi Syihab dan surat edaran itu.




HAJIMAKBUL.COM - Suhu politik mendidih tidak hanya secara nasional tapi juga di tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Sebelumnya juga mendidih di tubuh BUMN setelah mantan sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu gencar membuka dugaan kampanye terselubung untuk Jokowi.


Salah satu cuitannya di twitter mengunggah foto dan video:



Kegaduhan juga terjadi di kalangan NU. Setelah perkara cawapres 02 Sandiaga Uno diprotes PCNU Lumajang gara-gara membawa bendera NU di ajang kampanyenya, kini giliran Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim KH Marzuki Mustamar terang-terangan meminta semua warga NU mendukung Capres Joko Widodo. Menurutnya dalam kepemimpinan Jokowi, umat Islam digalakkan menggelar selawatan. 

"Biyen ora usum salawatan, saiki usum salawatan. Lha ngene kok enek wong NU ora dukung, berarti wong NU goblok (Dulu tidak musim selawatan, sekarang musim selawatan. Lah begini kok ada orang NU tidak mendukung, berarti orang NU goblok," kata Ketua PWNU Jatim Kiai Marzuki saat berorasi, Minggu (7/4/2019), seperti dikutip dari detik.com.

Jadi, ini soal persepsi dalam masalah ritual keagamaan. Masalah yang seakan tidak pernah selesai. Ada sinyalemen, umat Islam akan terus direcoki dengan isu-isu lawas yang membuka peluang membuyarkan ukhuwah Islamiyah. Padahal ada isu lain yang juga lawas dan krusial yakni kemiskinan umat. Termasuk nahdliyyin.

Seruan itu sendiri disampaikan Kiai Marzuki saat menggelar doa bersama dan deklarasi untuk mendukung Capres Cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Bertempat di halaman parkir Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) Kota Blitar, acara tersebut dihadiri ratusan jamaah NU di Blitar Raya. 
Bukan hanya itu. Beredar pula surat Instruksi “Lailatul ijtima’, Istighotsah dan Tahajjud Sukses Pemilu 2019” atas nama PWNU Jatim tertanggal 30 Maret 2019 di media sosial.  Lampiran surat dengan kop PWNU bernomor 145/PW/A-II/L/III/2019 itu memang sarat politik. Tertulis di point terakhir, bahwa, Rabu (17/4) bersamaan dengan hari ’H’ coblosan, warga NU diminta “Datang berjamaah ke TPS dengan baju putih, bersarung (muslim) dan berkerudung hijau (muslimat)”. Bila benar, lagi-lagi ini kampanye.

"Ini pembodohan umat. Organisasi sudah dijadikan proyek politik. Sebagai dzurriyah muassis NU, kami sedih menyaksikan semua ini. Mereka sudah tidak punya rasa hormat kepada para masyayikh yang dengan susah payah mendirikan jamiyyah NU. Demi jabatan, mereka campakkan adab kepada para masyayikh,” demikian disampaikan H Agus Solachul A’am Wahib, cucu KH Wahab Chasbullah kepada duta.co, Minggu  (7/4/2019).

Menurut Gus A’am Wahib, ada tiga pembodohan. Pertama, semua tahu, bahwa, tanggal 16 dan 17 itu adalah masa tenang. Mestinya NU ikut menjaga agar suasana tetap kondusif. Bukan malah ‘jadi kompor’, membuat acara yang sarat dengan politik.

“Ini NU ‘jadi kompor’. Orang awam saja paham, bahwa, instruksi itu politik. Pembodohan umat. Maka, Bawaslu mesti bertindak,” tegasnya.

Masih menurut Gus A’am, pembodohan berikut tak kalah serius. “Kedua, mulai kapan NU menggerakkan warganya ke TPS. Apalagi dengan baju putih, di mana kita tahu bahwa itu merupakan agenda politik Jokowi. Pembodohan seperti ini sangat memalukan,” imbuhnya.
Ketiga, tegas Gus A’am Wahib, materi-materi yang ditulis dalam surat instruksi itu, memiliki tedensi politik yang kelewat vulgar. “Mereka lupa bahwa umat sudah cerdas membaca politik. Pembodohan seperti ini justru akan ditertawakan umat. Mereka pasti bertanya dapat imbalan apa kok sampai tega merusak, menyeret organisasi. Umat yakin ini untuk urusan perut,” sambung putra KH Wahib Wahab, Menteri Agama RI ke-8 ini dengan nada serius.

Hal yang sama disampaikan KH Rozi Syihab. Menurut Kiai Rozi, edaran PWNU itu tidak perlu diikuti. Jika perlu, warga NU harus menolak, mendesak PWNU mencabut instruksi tersebut demi Khitthah NU.

“Ini tidak boleh dibiarkan. Instruksi ini harus dicabut, memalukan. Saya malu memiliki pemimpin NU seperti ini,” jelas Kiai Rozi yang aktif dalam gerakan komite khitthah NU.

Masih menurut Kiai Rozi, isi instruksi ini jelas-jelas politik. Lebih ironis lagi, itu dilakukan pada masa tenang, tanggal 16 dan 17 April.

"Apa mereka tidak mengerti, bahwa, saat itu minggu tenang. Penggalangan massa, apapun alasannya, apalagi menyerukan ke TPS berjamaah, adalah dilarang. Bawaslu tidak boleh diam,” tegasnya.
Setidaknya, tegas Kiai Rozi asal Pasuruan ini, dengan terbitnya instruksi tersebut, menunjukkan, bahwa mereka yang menandatangani surat itu, tidak paham aturan negara, dan tidak paham aturan organisasi.

“Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan NU ke depan. Jika dibiarkan, NU akan dijadikan alat politik, alat untuk mencari jabatan dan uang,” tegasnya.

Seperti kebingungan saya kemarin, bila benar surat edaran itu, insya Allah, itu melanggar Khittah 1926. Ketua NU mengajak orang NU memberi dukungan capres semacam itu dalam pandangan saya, ya juga melanggar Khittah 1926? Ketua NU itu simbol NU. Apalagi ketua PWNU atau ketua umum PBNU. Tidak bisa lalu "ngeles" sebagai pribadi. Itu pandangan saya lo ya!? Pandangan sebagai warga NU yang dituduh goblok bila tidak memilih Jokowi. 

Dan apakah karena digoblokkan itu, lalu saya akan beralih ke Prabowo? Sekali lagi, ini soal hak saya sebagai warga negara Indonesia. Biar di TPS saja nanti saya cobloskan hak saya itu. Yang mungkin bisa saya sampaikan di sini adalah, bahwa saya pasti tidak berbaju putih saat ke TPS sebab memang tidak punya baju warna putih. 

Terus terang, apa yang disampaikan tokoh NU struktural itu membuat saya gelisah. Saya pun lagi-lagi berpikir, apa bedanya ketua NU dengan Sandiaga Uno yang diprotes garagara mengibarkan bendera NU saat kampanye?  Gak jelas kan? Izinkan saya bingung sejenak.

Saya lihat video-video di youtube, Kiai Marzuki---meminjam istilah Gus Mus---memang berlebihan dalam berpolitik. Hingga tega menuduh wong NU yang tidak memilih Jokowi goblok. Sebagai orang NU saya jadinya goblok dong bila tidak memilih Jokowi?

Namun saya akan mengabaikan seruan sarkasme semacam itu. Bagi saya NU lebih besar ketimbang Jokowi ataupun Prabowo. 

Saya hanya sedih bila orang NU "dieret-eret" hanya untuk pilpres padahal mereka sudah paham betul siapa yang harus dipilih. Warga NU hidupnya sudah susah, tidak elok dibuat susah apalagi dianggap goblok. Mereka sudah lama dijuluki sesuatu yang kesannya jelek. Kaum sarungan--lah, goblok--lah, ndeso--lah, miskin--lah dan lain-lain.  

Saya juga sedih bila ada orang sok tahu tapi sejatinya dia tidak tahu. Sok pintar padahal sejatinya goblok. Tapi ini guyonan saya khusus kepada teman saya yang sok pintar. Suka marah-marah saat tahu temannya berseberangan pilihan dengan dia. Yang marah melihat ada orang mengkafirkan nasrani. 

Katanya, kalau kamu mengkafirkan orang lain, jangan-jangan kamu sendiri yang kafir. Saya tidak tahu siapa yang dimaksud orang yang suka mengkafirkan itu, tapi mungkin maksudnya FPI, yang menurut saya "berlebihan" juga dalam melihat suatu perkara.

Yang lucu lagi dia juga bilang begini:  "Saat orang pandai bicara dengan sangat bersemangat, tanpa sengaja dia telah membicarakan kegoblokannya sendiri." Wallahu 'alam.
(Gatot Susanto)








×
Berita Terbaru Update