Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Arafah dan Kesadaran Hidup Manusia

Wednesday, July 13, 2022 | 21:01 WIB Last Updated 2022-07-13T14:14:13Z


Oleh Imam Shamsi Ali*


DALAM sebuah haditsnya Rasulullah SAW menekankan bahwa semua esensi amalan ibadah haji ada pada wukuf di Arafah. Beliau ingin menggambarkan urgensi mendasar dari rukun haji ini. Bahwasannya semua amalan haji  tersimpulkan dalam wukuf Arafah. 


Sabda beliau: ”Al-hajju Arafah” (haji itu adalah Arafah). 


Wukuf itu berasal dari kata ”waqafa-yaqifu-waqfun wa wuquufun”. Yang berarti berdiri atau berhenti.  Maka wukuf di Arafah dapat dipahami sebagai berhenti atau berada di padang Arafah pada waktu tertentu (9 Dzulhijjah antara Zhuhur dan Maghrib) dengan niat sebagai ibadah kepada Allah SWT. 


Wukuf di Arafah formalnya dimulai ketika waktu sholat Dhuhur telah tiba. Dimulai dengan sholat Dhuhur dan Asar (Jama’ Qasr) lalu diikuti dengan khutbah Arafah oleh Khatib. Dilanjutkan kemudian dengan doa, boleh bersama-sama atau sendiri-sendiri. 


Satu hal harus menjadi catatan penting bagi jamaah haji adalah bahwa ketika matahari telah tergelincir atau masuk waktu Dhuhur maka mereka tidak diperbolehkan lagi untuk keluar dari daerah Arafah, walau sejengkal. Berada di dalam daerah wukuf merupakan kewajiban hingga terbenam matahari.


Jika kalau sampai keluar dari Arafah walau satu jengkal saja maka sebuah wajib haji dilanggar. Itu berarti yang bersangkutan harus membayar DAM atau menyembelih kambing atau domba. 


Orang yang wukuf di Arafah tidak harus dalam keadaan wudhu. Walaupun pastinya harus memulai dalam keadaan wudhu karena wukuf dimulai dengan sholat Dhuhur. Namun setelah itu jika wudhunya batal, yang bersangkutan tidak diharuskan berwudhu. 


Namun para ulama sangat menganjurkan agar jamaah yang sedang wukuf sebisa mungkin dalam keadaan wudhu. Hal itu karena wukuf adalah ibadah penting dan setiap ibadah utamanya dilakukan dalam keadaan wudhu. 


Selama wukuf di Arafah jamaah haji sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, tasbih, tahmid, atau beristighfar sebanyak mungkin. Atau juga membaca Ayat-ayat suci Al-Quran. Atau melanjutkan talbiyah yang dibaca sejak awal ihramnya. 


Dzikir yang paling afdhol dibaca selama wukuf adalah: ”laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu lahul mulku walahul hamdu wa huwa alaa kulli syaein Qadiir”.


Jamaah yang sedang wukuf juga diperbolehkan untuk berbicara (yang baik-baik). Bahkan juga tidak dilarang tidur jika memang kelelahan. 


Demikian seterusnya hingga menjelang terbenam matahari, para jamaah sangat dianjurkan untuk keluar dari tenda-tendanya untuk berdoa di bawah langit yang terbuka. Rasulullah SAW melakukan itu, bahkan mengangkat tangannya tinggi ke arah langit.


Jika matahari telah terbenam (masuk waktu Maghrib) para jamaah diperbolehkan untuk meninggalkan Arafah. Mereka tidak melakukan sholat Maghrib di Arafah. Tapi melakukan sholat Maghrib dan Isya' dengan jama’ qashar di Muzdalifah. 


​Kesimpulannya adalah Wukuf di Arafah itu merupakan salah satu dari rukun haji yang terpenting. Bahkan orang yang sakit keras pun jika sudah dalam keadaan ihram, wajib dibawa atau dihadirkan di Arafah walau dengan waktu yang sangat singkat. 


Arafah sesungguhnya menjadi sangat esensial dalam haji karena seperti yang pernah disampaikan bahwa haji adalah gambaran atau miniatur perjalanan (hidup). Wukuf jadi penentu haji sebagaimana kesadaran menentukan kehidupan seseorang. Hidup tanpa kesadaran berarti mengalami situasi lupa atau “nisyaan”. Dan bentuk kelupaan terbesar seseorang adalah lupa akan fitrahnya. 


Lupa fitrah itu berarti lupa Allah yang sejak awal penciptaan manusia komitmen untuk menjadikan-Nya sebagai Rabb. Ketika Allah terlupakan maka manusia akan lupa hakikat dirinya bahkan hakikat dan tujuan hidupnya. 


Realita ini digambarkan dalam Al-Quran: “mereka lupa Allah maka Allah menjadikan mereka lupa diri mereka sendiri”. 


Ketika seseorang lupa diri maka di situlah awal kehancurannya. Manusia sering tidak sadar tentang dirinya sebagai manusia yang spesial. Yang diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kemuliaan (ahsanu taqwiim). Yang seharusnya menjadikannya mulia dan melakukan hal-hal yang mulia. 


Karena lupa itu manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan (asfala safiliin). Dan melakukan hal-hal yang tidak saja tidak mulia. Justeru seringkali melakukan hal-hal yang lebih hina dari hewan. Al-Quran menggambarkan: “mereka bagaikan hewan. Bahkan lebih jahat dari hewan”. 


Di Arafah itulah direnungi kembali keaslian fitrah manusia. Maka hal yang sering menjadi hijab antara manusia dan fitrahnya (dunia) ditanggalkan sementara. 


Di Arafalah komitmen kefitrahan itu dikukuhkan dengan Ikrar “Tauhid” tadi:  (Laa ilaaha illallah wahdahu Laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa alaa kulli syaein qadiir). 


Wukuf di Arafah juga sekaligus mengingatkan akan hakikat hidup sebagai “wukuf” tempat singgah sejenak. Yang sebentar lagi akan berakhir untuk kita kembali ke asal hidup sejati (Allah). 


Intinya wukuf Arafah menjadi ritual terpenting karena hanya dengann kesadaran tentang siapa Allah, siapa kita sebagai manusia, apa dan akan kemana hidup ini manusia memiliki nilai dalam hidupnya.  Dan untuk hidup bermakna (valuable) inilah Islam dihadirkan sebagai petunjuk kehidupan. 


Semoga jamaah hajinya diterima dan mendapatkan haji mabrur. Amin!  (*)


Subway station, 12 Juli 2022


* Presiden Nusantara Foundation

×
Berita Terbaru Update