![]() |
Ustadz Sugeng Prasetya |
Ustadz Sugeng Prasetya, mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi jurusan Pendidikan Islam di Al Qassim University, melanjutkan cerita suka dukanya hidup di Arab Saudi. Alumni SMPN Klaten, Jawa Tengah, ini sempat terkena Covid-19 cukup parah.
Oleh Gatot Susanto
SELAIN banyak sukanya, ada pula sejumlah duka yang harus dihadapi Ustadz Sugeng Prasetya saat kuliah di Qassim University. Dia pertama menginjakkan kaki di Arab Saudi tahun 2016 di musim dingin. Setelah sebulan, masih dalam masa persiapan penguasaan Bahasa Arab selama dua tahun, dia mengaku betapa senang saat diberangkatkan umrah secara gratis oleh pihak kampus.
"Kami memakai travel. Naik bus dari Qassim 12 jam menempuh jarak sekitar 1000 km. Selanjutnya hampir tiap minggu kami umrah. Tapi karena keseringan umrah, jadinya umrah itu biasa saja, tidak ada greget, tidak ada kerinduan spiritual yang dalam pada Baitullah dan Masjidil Haram, seperti dirasakan umat Islam Indonesia, yang juga harus bayar mahal. Kami gratis," katanya kepada wartawan Hajimakbul.com, Gatot Susanto, yang saat itu berhaji.
Lalu pada tahun 2016 itu juga pengajar di Qassim University menawari Ustadz Sugeng untuk naik haji. Namun ustadz Sugeng memilih menunda dulu berhaji pada musim haji tahun berikutnya.
"Saya bilang ke Pak Guru kami, saya tahun depan saja berhaji. Tapi ada teman lain yang saat itu ikut naik haji. Biayanya sekitar 7000 riyal tapi untuk kami gratis. Jadi saya naik haji tahun 2017. Sewaktu di Mina dan Muzdalifah kami naik kereta yang di atas itu. Tidak naik bus," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, baru tahun 2018 - 2019 masuk kuliah semester 1. Banyak senangnya kuliah di Arab Saudi. Apalagi setiap tahun mendapat kesempatan pulang ke Tanah Air diberi tiket gratis untuk pulang ke Indonesia dan balik lagi ke Arab Saudi.
"Sebelum Ramadhan atau maksimal saat Ramadhan kita pulang ke Indonesia. Ramadhan tahun lalu malam 23 suasana Ramadhan dalam musim dingin. Tahun depan haji diperkirakan juga di musim dingin. Tahun sekarang panas 46 derajat Celcius, tahun sebelumnya 53 derajat Celcius, HP sampai tidak bisa dicharger, saking panasnya. Tidak bisa dijalankan. Mungkin kita memang disuruh fokus berdoa, melayani jamaah, sehingga tidak main HP," kata Ustadz Sugeng yang tahun ini mendapat tugas memberi siraman rohani kepada jamaah haji Indonesia di Makkah.
Lalu apa alasan memilih Al Qassim University? Saat daftar, kata dia, kiai pondok pesantren tempatnya menimba ilmu bilang, bahwa dia harus mendaftar di semua kampus yang ada di Arab Saudi.
"Pokoknya daftar saja semua kampus di Arab Saudi. Karena itu saya juga mendaftar di Universitas Islam Madinah tapi ternyata tidak diterima. Pak Kiai bilang, bila tidak diterima di Madinah, bisa diterima di kampus lain, yang penting di Arab Saudi. Alhamdulillah saya diterima di Al Qassim, sedang Ustadz Rofiq, Beliau diterima di Madinah," katanya. Sama dengan Ustadz Sugeng, Ustadz Rofiq juga mendapat tugas memberi taushiyah kepada jamaah haji Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa Universitas Islam Madinah itu berbeda dengan yang lain. Mahasiswanya di sana banyak dan persaingannya ketat.
Memenuhi permintaan sang kiai, Ustadz Sugeng juga mendaftar di Al Azhar Mesir. Namun saat itu ada kendala situasi politik di Mesir sedang kacau.
"Saya tahun 2013 juga mendaftar di Mesir, cuma saat itu lagi terjadi peristiwa politik yang membuat situasi di sana gawat. Kalau tidak salah M. Moersi dikudeta," ujarnya.
Akhirnya takdir memberikan kesempatan kepadanya kuliah di Al Qassim University Jurusan Pendidikan Islam. Gelarnya kalau di Indonesia SPdI.
"Saya baru tahun ini selesai padahal seharusnya sudah selesai dua tahun lalu, tapi qadarullah baru tahun ini selesainya karena ada Covid. Saat itu pulang susah, mau balik lagi ke Saudi juga susah. Saya juga mengambil cuti sebab diberi kesempatan cuti juga," katanya.
Setelah lulus, kata dia, dirinya akan pulang ke Tanah Air untuk mengajar. Ustadz Sugeng sudah diminta mengajar di salah satu pondok pesantren yang berada di Wonogiri. Selain itu juga diminta mengajar di pondok pesantren tempatnya dulu menimba ilmu.
"Namun saya belum menentukan mengambil yang mana, karena keduanya sama-sama membutuhkan tenaga pengajar. Bukan hanya dua pondok itu, sekarang banyak lembaga pendidikan pesantren butuh tenaga pengajar lulusan luar negeri. antara lain dari Arab Saudi," katanya.
Univesitas Qassim sendiri tidak banyak menerima mahasiswa dari Indonesia. Saat itu mahasiswa Indonesia satu angkatan dengannya hanya 8 orang. Hal itu karena rekrutmen mahasiswa memakai jalur khusus. Yakni jalur hubungan khusus antara pengelola universitas dengan kiai atau ustad pondok pesantren di Indonesia.
"Kalau Universitas Islam Madinah memang membuka pendaftaran untuk umum. Hal itu bisa dilihat di website milik universitas tersebut. Bahkan syeikhnya datang ke Indonesia, melakukan tes calon mahasiswa di beberapa tempat di Indonesia, seperti di Gontor, Jakarta dan Balikpapan. Kalau di kampus kami, bisa dibilang yang diterima itu orang dalam, sebab ada unsur hubungan baik. Belum buka pendaftaran secara umum. Tahun 2013-2014 itu masih hubungan khusus pertemanan, ada kawannya ustad kami lulusan di sini sehingga bisa membantu proses pendaftaran. Tapi saat saya datang di kampus ini sudah ada 30- an mahasiswa. Setiap tahunnya ada 8 mahasiswa, dan paling banyak tahun ini sekitar 30 mahasiswa yang datang," katanya.
Hampir Meninggal
Cerita sedihnya tahun 2019 saat virus Corona yang memicu Covid-19 melanda dunia termasuk Arab Saudi. Tahun 2020 Ustadz Sugeng mau pulang ke Indonesia tidak bisa. Sangat susah. Sebagian temannya yang akhirnya mendapat tiket pulang, baru bisa dilakukan di akhir Ramadhan.
"Saya sendiri ditunda terus, pesawat Arab Saudi tidak mengizinkan mengangkut penumpang, sehingga pesawat kosong saat ke Indonesia hanya untuk menjemput warga Saudi saja. Pulang ke rumah sendiri saat itu susahnya bukan main. Bahkan, saya juga positif Covid. Saya merasakan sendiri bagaimana rasanya kena Covid di negeri orang jauh dari keluarga. Saat itu saya sesak napas, hilang keseimbangan, dan lain-lain. Jadi, saya mengakui bahwa Covid itu benar-benar ada. Dan jumlah korbannya besar. Banyak yang meninggal, " katanya.
"Alhamdulillah saya masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk hidup, padahal saat itu saya sudah bicara, ya Allah kalau pun saya mau diambil saya sudah ikhlas. Saya juga telepon keluarga di rumah, mereka menangis saat saya bilang agar diikhlaskan bila saya dipanggil oleh Allah, sebab saya sudah susah sekali bernapas, situasinya mencekam, banyak yang tertahan saat pulang. Saya juga dikarantina bersama ekspatriat lain dari Oman atau negara lain saat pulang," katanya. *