Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Awas, Travel Umum Ikut Berebut Jamaah Haji-Umrah!

Thursday, October 3, 2019 | 22:16 WIB Last Updated 2019-10-03T15:35:10Z

Ilustrasi: Pameran haji dan umrah.

HAJIMAKBUL.COM - Kasus-kasus calon jamaah haji dan umrah telantar di Tanah Suci  maupun di Tanah Air sendiri gara-gara ditipu oleh biro perjalanan haji/umrah nakal masih saja terjadi.

Musim haji 2019 ini juga diwarnai kasus calon jamaah haji yang malang itu. Sebanyak 181 warga negara Indonesia (WNI) ditahan aparat keamanan Arab Saudi karena kedapatan melaksanakan ibadah haji tanpa membawa visa haji dan surat izin (tasrekh) berhaji. Mereka digerebek di apartemen dan sebuah tempat penampungan di Makkah dan akhirnya ditahan di rumah detensi imigrasi (tarhil) Syimaisi.

Melihat hal itu, Pemerintah diminta menindak tegas biro haji/umrah nakal tersebut sebab sangat merugikan masyarakat. "Kemenag (Kementerian Agama) harus serius mengawasi penyelenggara haji umrah!" kata Sekjen Himpuh, Anton Subekti. Hal itu merujuk pada aturan dalam UU Haji  terbaru yang berbeda dengan UU penyelenggaraan haji dan umrah sebelumnya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah disahkan pada 26 April 2019 lalu. Dalam Undang-Undang (UU) yang dikenal dengan istilah UU PIHU tersebut, terdapat cukup banyak perbedaan yang signifikan antara substansi pokok dalam undang-undang ini dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebelumnya yakni UU No.13/2018.

Misalnya soal penyidikan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil atas permasalahan yang menyangkut penyelenggaraan ibadah haji dan umrah juga diatur dalam UU PIHU. Dalam melaksanakan tugas penyidikan Pejabat Penyidik PNS berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.


Artinya, dalam UU itu Kemenag berhak melakukan penyidikan dalam mengawasi kinerja bisnis travel haji dan umrah. Apa yang dipunyai Kemenag sekarang sudah seperti dirjen pajak yang mempunyai wewenang dalam soal perpajakan.

"Wewenang melakukan penyidikan ini yang sampai hari ini belum dilaksanakan oleh Kemenag, terutama kepada travel haji umrah non-PPIU atau PIHK. Kepada travel haji umrah resmi atau para travel pemegang izin PPIU dan PIHK mereka galaknya bukan main. Aturannya sangat ketat dijalankan. Tapi kepada travel di luar itu, yakni travel umum yang bermain di penyelenggara haji umrah Kemenag sangat longgar dan tidak bertindak apa-apa," kata Anton, di Jakarta, Senin (23/9/2019). 

Artinya, Kemenag melakukan tebang pilih dalam pengawasan terhadap travel haji dan umrag.  Anton sendiri mengatakan, hal tersebut setelah kemarin siang bersama Republika.co.id meninjau langsung pelaksanaan pameran bisnis haji dan umrah yang berlangsung di Mall Kota Casablanka, Jakarta. Mal ini berada di tengah pusat binis, yakni kawasan Kuningan Jakarta. Mall ini sangat ramai pengunjung, sebab pusat perbelanjaan ini juga berada di pusat hunian kelas menengah ibu  kota. Berbagai apartemen dan hotel bertaraf internasional ada di sekitar sana.

Maraknya pengunjung mall tentu menarik perhatian para penguasaha travel haji-umrah. Mereka kerapkali mengulang pameran di sana untuk mencari jamaah. Dan Minggu sore itu merupakan Expo penawaran umrah pada hari terakhir dari pameran yang sudah berlangsung semenjak dua hari sebelumnya.

Yang paling unik sekaligus memprihatinkan, lanjut Anton, dalam Expo (pameran tersebut) beberapa perusahaan travel haji non -atau PIHK ikut menggelar stand untuk menawarkan jasanya. Padahal, seharusnya hal itu tidak diperbolehkan. "Tapi, kami amati travel umum itu sudah menawarkan jasa untuk penyelenggaraan haji umrah selama dua hari. Mereka tampilkan berbagai perlengkapan menjalankan umrah kepada khalayak."

"Hari ini kami bersama-sama teman-teman di Himpuh bermaksud melakukan ‘penggerebekan’ terkait hal ini. Tapi sesampai di sini travel itu sudah mengemasi perangkat pamerannya. Saya tahu pasti rencana penggerebekan kami sudah bocor duluan. Karena pasti ada anggota kami yang bekerja sama dengan travel itu. Jadi ketika kami ramaikan di WA Himpuh kontan mereka sampaikan kepada travel ini agar segera menutup stannya di kota Casablanca," ujar Anton lagi.

Menjawab pertanyaan apakah rencana penggerebegan itu sudah dilaporkan ke Kemenag, Anton mengakui sudah dilaporkan. Bahkan, petugas Kemenag itu berjanji akan datang bersama para anggota Himpuh lainnya yang datang ke pameran.

"Tapi kenyataannya petugas Kemenag meski sudah berjanji datang, ternyata tak hadir. Akhirnya saya bersama beberapa  rekan melihatnya secara langsung tanpa ada petugas Kemenag. Dan di sana kami mendapati stan pameran travel umrah tersebut sudah mulai sepi. Segala atribut umrah yang kemarin dipajang dilepas. Stan dikosongkan," katanya.

Ditegaskan Anton, fenomena maraknya travel-travel besar yang non-PPU dan PIHK, yang selama ini merajai destinasi leisure, selama dua tahun belakang ini mulai mencoba masuk ke dunia travel haji umrah. Mereka melihat potensi pasarnya sangat besar dan tidak terpengaruh oleh isu, misalnya soal krisis ekonomi dan berjangkitnya epidemi penyakit seperti tersebarnya berita flu burung di Arab Saudi.

"Para travel besar yang selama ini mengkhususkan pada wisata nonhaji umrah atau wisata biasa, tertarik pada pangsa besar jamaah umrah ini. Akibatnya, mereka mulai merambah ke perjalanan ibadah umrah dan haji. Padahal, mereka bukan pemegang izin PPIU atau PIHK. Anehnya, meski aturan dalam perundangan haji terbaru Kemenag dapat menegakkan aturan untuk menyidik, tapi mereka melenggang  bebas saja. Padahal ancamannya bisa pidana dan perdata hingga denda miliaran rupiah. Tapi ini tak dijalankan," kata Anton.

"Lagi pula tantangan travel haji umrah hari ini sudah sangat berat. Keterbukaan informasi di era digital, membuat masyarakat khususnya kaum milenial dapat dengan mudah mengakses pengadaan seat airlines, kamar hotel dan visa negara tujuan leisure. Peran travel agent secara perlahan mulai ditinggalkan. Sayangnya, travel yang resmi berizin dan taat aturan malah-malah tidak dilindungi. Adanya persaingan tak sehat dalam bisnis travel umrah-haji seolah dibiarkan," katanya lagi.

Terus Meningkat

Menyinggung besarnya jamaah umrah dan haji, Anton mengatakan, untuk jamaah umrah jumlahnya terus meningkat sekitar 10 persen pertahun. Sedangkan untuk jamaah haji kini antrean sudah mencapai lebih dari 20 tahun untuk haji reguler dan delapan tahun untuk haji khusus. Data tahun 2018 lalu, jumlah jamaah umrah Indonesia sudah mencapai 1.100 juta atau terbesar ketiga di dunia.

"Jumlah jamaah umrah yang luar biasa jelas menggiurkan banyak pebisnis travel. Mereka tak pernah surut dan terus bertambah dalam musim apa pun, baik ada krisis ekonomi atau tidak. Bahkan karena antrean berhaji semakin panjang jumlah yang umrah malah semakin bertambah banyak. Yang penting lagi biaya umrah dibayar secara tunai. Jadi, jelas sangat menggiurkan banyak orang," kata Anton seraya terus meminta agar Kemenag tegas dalam tegakkan peraturan perundangan.

Sementara itu, para peserta ekspo travel umrah di mal tersebut tak tahu persis apa yang tengah terjadi. Yang mereka lihat ada stan yang menutup gerainya meski pameran belum usai.

"Saya tak tahu mas. Mungkin ini sudah hari terakhir. Tapi kalau jelas-jelas karena itu, saya menyayangkan sekali. Ini terjadi persaingan tak sehat dan pelanggaran undang-undang. Kami biro travel PIU dan PIHK yang resmi bisa tersingkirkan karena lemah bila aturan tak ditegakkan," kata Rina seorang penjaga stan yang ada di dekat stan travel yang sudah kosong itu.

Lagi-lagi Tertipu

Lalu apakah travel tak berizin ini yang menelantarkan jamaah? Jawabnya bisa ya, bisa juga tidak. Yang jelas, masih saja terjadi jamaah telantar. Paling akhir, 181 warga negara Indonesia (WNI) ditahan aparat keamanan Arab Saudi karena kedapatan melaksanakan ibadah haji tanpa membawa visa haji dan surat izin (tasrekh) berhaji. Mereka digerebek di apartemen dan sebuah tempat penampungan di Makkah. Mereka ditahan di rumah detensi imigrasi (tarhil) Syimaisi.

Selain ratusan WNI tersebut, terdapat puluhan WNI lain yang terlunta-lunta usai melaksanakan ibadah haji karena tidak memiliki tiket pulang.  Mereka terkatung-katung kepulangannya karena diberangkatkan dengan visa kerja, dan tidak diuruskan izin keluar (exit permit) oleh perusahaan atau agen perjalanan yang memberangkatkan, sehingga mereka tertahan di bandara.

Berdasarkan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah, sebagian besar dari 181 orang tersebut mengaku tertipu tawaran berhaji oleh agen perjalanan yang ikut terjaring dalam operasi tersebut.

Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin menyampaikan keprihatinan atas berulangnya peristiwa penahanan sejumlah WNI, karena hendak berhaji di luar prosedur atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi dan pemerintah RI.

Musim haji tahun ini, kata Hery, jumlah WNI yang diamankan petugas keamanan Arab Saudi semakin meningkat ketimbang tahun sebelumnya.  Kebanyakan dari WNI tersebut adalah korban penipuan dari pihak yang mengaku menguruskan Haji ONH Plus, tetapi ternyata visa yang digunakan untuk memberangkatkan mereka bukan visa haji.

"Perkiraan saya masih ada di luar sana warga kita yang masih belum bisa pulang karena terkendala visa," kata Hery, seperti dikutip dari Antara, Jumat (6/9/2019).

Hery berharap dapat dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku penipuan guna mencegah terulangnya kasus serupa.  Dia juga mengimbau agar calon jamaah lebih berhati-hati terhadap pihak-pihak yang menjanjikan dapat memberangkatkan haji dengan cepat.
Jamaah diminta secara aktif memeriksa izin agen perjalanan atau perusahaan penyelenggara ibadah haji dengan otoritas terkait di Tanah Air.

Sementara itu, Pelaksana Fungsi Konsuler-1 yang merangkap Koordinator Yanlin KJRI Jeddah Safaat Ghofur menyebutkan, KJRI hingga saat ini telah memberikan pendampingan terhadap 201 orang WNI.  Dari jumlah tersebut, sebanyak 195 orang telah dipulangkan ke Indonesia, sedangkan sisanya masih diupayakan agar bisa segera pulang ke Tanah Air.

"Masih ada lima orang jamaah tertunda pemulangannya karena tidak memiliki tiket pulang. Mereka korban penipuan oleh oknum travel," kata Safaat.


Staf Teknis/Konsul Imigrasi KJRI Jeddah Ahmad Zaeni yang melakukan BAP terhadap para korban di Tarhil mengungkapkan bahwa para WNI tersebut dijanjikan agen perjalanan akan dihubungkan dengan muassasah selaku penyedia paket haji, termasuk tasrekh, tenda Arafah-Mina, katering dan transportasi.

"Dari keterangan mereka, biayanya antara 60 juta hingga 200 juta per orang. Penawaran itu menyebar dari orang ke orang," ujar Zaeni.

Konsul Tenaga Kerja KJRI Jeddah Muchamad Yusuf, yang turut terjun ke lapangan, mengidentifikasi berbagai jenis visa yang digunakan oleh para pelaku untuk memberangkatkan korban.  Disebutkan Yusuf, para korban kebanyakan diberangkatkan dengan visa kerja musiman (amil musim), sedangkan lainnya diberangkatkan dengan visa turis untuk menghadiri event (ziarah fa'aliat), visa kunjungan pribadi (ziarah syakhsiah), visa umrah dan sisanya berstatus mukim.

"Sesuai ketentuan pemerintah Arab Saudi, setiap warga negara asing yang masuk dengan visa kerja harus memperoleh exit permit dari penanggung jawab (majikan) yang tertera di visa pekerjanya," imbuh Yusuf.  KJRI Jeddah kini tengah berkoordinasi dengan instansi terkait di Tanah Air untuk menindaklanjuti kasus tersebut. (rpk/mdk)

×
Berita Terbaru Update