Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Umrah Digital Tersendat Koordinasi dan Salah Paham?

Wednesday, July 24, 2019 | 07:02 WIB Last Updated 2019-07-24T00:02:31Z


HAJIMAKBUL.COM - Pro-kontra di masyarakat mewarnai rencana Pemerintah melakukan digitalisasi umrah. Kementerian Agama (Kemenag) pun turun tangan dengan menggelar rapat bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi serta dua perusahaan starup ternama di negeri ini.  

Kemenag pun menegaskan bahwa penyelenggaraan umrah tetap harus dilakukan  oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sesuai dengan Undang-Undang No. 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji. Karena itu Kemenag memastikan Traveloka maupun Tokopedia tidak akan menjadi penyelenggara umrah. Komitmen ini juga berlaku bagi unicorn lainnya. Padahal, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) akan mengembangkan umrah digital. 

Pro-kontra ini sepertinya terjadi karena tidak ada koordinasi antar lembaga/kementerian. Artinya, program belum matang, tapi sudah diumumkan ke publik, sehingga memicu polemik. Yang lucu, meluncurkan program umrah tapi Kemenag selaku pihak yang menangani ibadah ini seakan tidak diajak bicara sehingga terjadi kekhawatiran dari pihak-pihak yang selama ini sudah bertahun-tahun bergelut di bidang umrah. Khususnya PPIU.

Baru setelah terjadi kehebohan disertai isu-isu bernada negatif, Kemenag memanggil para pihak untuk rapat guna menegaskan aturan umrah dan haji. Kemenag pun kemudian dituduh "membunuh bayi" startup di bidang umrah yang konon masa depannya cemerlang itu. 

Padahal, bisa jadi ini soal salah  paham saja lantaran tidak ada koordinasi yang matang antar pihak yang berkepentingan dalam masalah ibadah umrah dan bisnis umrah. Mengapa? Ya  karena pengembangan umrah digital itu nantinya bersifat optional atau pilihan. Masyarakat yang akan berangkat umrah bisa memilih dua cara. Pertama, mendaftar di PPIU secara langsung sebagaimana yang berjalan selama ini, atau memilih paket PPIU yang ada di market place dengan keberangkatan tetap oleh PPIU. 

"Umrah digital dikembangkan dengan semangat meningkatkan standar manajemen sesuai kebutuhan masyarakat di era digital. Karenanya, PPIU juga dituntut untuk terus berinovasi memanfaatkan teknologi informasi," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim seperti dikutip dari laman setkab.go.id, Senin (22/7/2019).

Seperti diberitakan hajimakbul.com sebelumnya, Kemenag telah menggelar rapat bersama Traveloka, Tokopedia, dan Perwakilan dari Kemkominfo di Kantor Kemenag, Jakarta, Jumat lalu. Pertemuan ini merupakan upaya Kemenag untuk mendalami perkembangan teknologi informasi dan menyamakan persepsi terkait inisiatif Kemkominfo mengembangkan umrah digital. 

"Hasilnya, ada kesepahaman bahwa pengembangan umrah digital harus berangkat dari prinsip penyelenggaraan umrah dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)," tegas Arfi.

Arfi menambahkan, rapat juga menyepakati pembentukan task force terkait pengembangan umrah digital. Task force diharapkan mampu merespons disrupsi inovasi secara tepat. Ia mengingatkan, di era digital, rentan terjadi perubahan model bisnis, proses bisnis, hingga ekosistem di sektor manapun, termasuk umrah.

Kemenag dan Kominfo, lanjut Arfi, akan terus berkoordinasi untuk mensinergikan kebijakan. Sesuai ranahnya, Kominfo berwenang mengatur unicorn, sedangkan Kemenag berwenang mengatur penyelenggaraan umrah. "Kita akan sinkronkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat sekaligus menjamin umat Islam dapat beribadah dengan baik," kata Arfi.

Kementerian Kominfo dalam wacananya memang menggandeng dua startup ecommerce besar, salah satunya adalah Traveloka. Pihak Traveloka pun merespon wacana umrah online ini.
"Kami tentunya akan selalu menjalankannya dengan menimbang aspek reputasi, visi dan misi perusahaan, serta regulasi pemerintah yang berlaku saat ini," ujar PR Director Traveloka Sufintri Rahayu, lewat keterangan tertulisnya, Selasa (23/7/2019).

Sufintri mengatakan timnya juga sedang berdiskusi dengan pihak Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk menjalin kerja sama dan kemitraan.  "Tentunya dalam pelaksanaan diskusi ini, tim terkait juga akan bekerja sama dan bermitra dengan PPUI sebagai stakeholder utama dari bisnis perjalan Umrah sebaik mungkin agar dapat menciptakan pengalaman umrah yang mudah dan nyaman bagi masyarakat Indonesia," kata Sufintri.

Pihaknya pun menegaskan hingga kini pihaknya masih aktif koordinasi dengan Kemenag dan Kemenkominfo sebagai perwakilan pemerintah mengenai langkah selanjutnya. "Mengenai rencana ke depan, tentunya harus melalui berbagai proses diskusi dan koordinasi untuk mencapai sebuah bisnis model yang terbaik, di bawah koordinasi Kemenag dan Kemenkominfo," kata Sufintri.

Ide Arab Saudi

Kementerian Komunikasi dan Informasi pun menjelaskan mengenai ramainya kabar umrah online tersebut. Ide umrah online ini sendiri muncul dari pihak Arab Saudi.  Plt Kabiro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu menjelaskan bahwa awalnya ide mengenai digitalisasi umrah muncul dari keinginan Arab Saudi untuk menambahkan jumlah jamaah yang datang untuk umrah.

"Awalnya itu ada di perjanjian antara Kominfo Indonesia dengan Kominfonya Arab Saudi. Nah dalam MOU itu ada kolaborasi digital dalam aspek umrah," kata Ferdinan Selasa (23/7/2019).
"Mereka (Arab Saudi) mau coba pakai digital umrah platform buat meningkatkan yang umrah jadi 20-30 juta," lanjutnya.

Ferdinan mengatakan Indonesia dilirik pemerintah Saudi karena perkembangan ekonomi digitalnya yang mentereng. Terbukti dengan adanya satu perusahaan decacorn, tiga unicorn, dan ribuan start up yang berkembang pesat.

"Jadi Kerajaan Saudi ingin gandeng Indonesia, karena digital sector kita terbilang bagus di Asia. Kita sudah ada satu decacorn, tiga unicorn, dan ribuan start-up yang tumbuh dengan baik," kata Ferdinan.

Mendapatkan tawaran tersebut, Menkominfo Rudiantara, menurut Ferdinan tidak mau tinggal diam dan mengambil langkah cepat. Katanya, jangan sampai permintaan Arab Saudi keburu digarap Facebook, Google, dan lainnya.

"Nah Pak Rudiantara mau gerak cepat nih! Bisa saja Arab Saudi minta ke Facebook, Google, Amazon, dan sekelasnya untuk minta bikin platform sejenisnya, dan kita cuma jadi pasar doang," jelas Ferdinan. (dtf/wis)

×
Berita Terbaru Update