Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jamaah Bawa Obat Kuat, Bolehkah Berhaji Sambil Bisnis?

Monday, July 8, 2019 | 17:37 WIB Last Updated 2019-07-08T10:37:29Z
Barang yang disita dari jamaah asal Madura. Salah satunya obat kuat dan tisu untuk berhubungan suami-istri.


HAJIMAKBUL.COM - Beribadah haji sering kali disarankan agar menata niat. Menata hati. Diminta ikhlas seikhlas ikhlasnya. Beribadah hanya untuk Allah SWT. Bukan untuk hal lain. Imbauan itu biasanya disampaikan ustad atau kiai pembimbing manasik atau teman yang pernah berhaji.

Namun bukan perkara mudah menuruti saran itu sebab sering kali berhaji tidak tunggal. Niat hanya untuk Allah SWT semata tapi justu paling banyak niatnya untuk sesama manusia, demi gengsi antar-teman, reputasi, status sosial, bahkan bermotif bisnis. Ada yang sambil menyelam minum air.  Berhaji atau umrah sekaligus bisnis. Setidanya dijual antar-jamaah atau dipesan mukimin yang sudah ada di Arab Saudi, untuk dijual lagi di sana.

Apa hal itu dilarang? Yang jelas secara keimigrasian dan penerbangan dilarang! Namun masih saja calon jamaah haji melanggarnya. Atau mungkin tidak tahu larangan tersebut. Dan bisa jadi pula barang bawaan itu bukan untuk dijual tapi untuk dipakai sendiri. Semisal rokok. Bahkan obat kuat untuk berhubungan suami istri di Arab Saudi.

Hal itu terlihat di Embarkasi Surabaya dalam musim haji 1440H/2019 ini. Baru saja kloter awal diberangkatkan, petugas menyita ribuan bungkus jamu khusus kewanitaan yang ditemukan di dalam 23 koper milik calon haji kelompok terbang (kloter) 6 dan 7 asal Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, di Asrama Haji Surabaya, Minggu, 7 Juli 2019. Bukan hanya itu, ada juga obat-obatan lainnya, di antaranya beberapa bungkus tisu kuat untuk bersanggama bermerek magic power. Ini tisu pengganti obat kuat tadi hehehe.

Dikutip dari detik.com, dalam dunia keintiman, magic power adalah jenis tisu basah khusus untuk kaum Adam. Tisu itu dipakai dengan tujuan ereksi lebih lama, juga berfungsi sebagai antiseptik.
Beberapa bungkus magic power itu ditemukan petugas di salah satu koper, di antara tumpukan macam-macam barang yang menutupi ratusan sachet jamu tradisional khusus wanita.

Berdasarkan data yang diterima dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya, barang-barang yang disita dari jamaah Kloter 6-7 asal Sumenep di Hall Zaitun ialah 449 bungkus rokok dan 518 sachet jamu dan obat. Barang sitaan itu berasal dari tujuh koper milik tujuh calon haji asal Sumenep.

Adapun di Hall Mina, petugas Bea dan Cukai menyita rokok sebanyak 467 bungkus dan 8.000 sachet jamu dan obat. Di antaranya jamu atau obat kuat, pelangsing, jamu Rumput Fatimah, Supertetra, dan lainnya. Yang paling banyak ialah jamu khusus kewanitaan.

Sekretaris PPIH Embarkasi Surabaya, Jamal, mengatakan barang-barang tersebut disita karena melanggar aturan penerbangan. Untuk rokok, calon haji hanya diperbolehkan membawa paling banyak dua slop atau 200 batang.

Adapun obat-obatan boleh dibawa sesuai rekomendasi dari dokter. "Lebih dari itu jadi sitaan negara," ujarnya.

Hal sama disampaikan Kepala Bidang Kesehatan PPIH Embarkasi Surabaya, Muhammad Budi Hidayat. Ia menekankan obat yang dibawa jamaah haji harus yang mendapat rekomendasi dokter.
"Jmaah haji hanya boleh membawa obat yang direkomendasikan dokter. Harus ada izin membawa obat sesuai kebutuhan selama berada di sana (Arab Saudi), dikalkulasi kebutuhannya selama di sana, itu yang boleh dibawa," ujarnya.

Boleh Berdagang

Lalu bagaimana hukumnya bila berhaji sambil bisnis rokok atau obat kuat?
Mengutip jawaban dari pertanyaan pembaca  salamdakwah.com, dijelaskan sebagai berikut:
Secara umum berdagang barang yang halal kala umrah atau haji diperbolehkan. Syaikh Utsaimin pernah ditanya:

Apa hukum syariat menurut anda terkait orang yang berjual beli dan mencari penghasilan sedangkan dia dalam keadaan menunaikan haji dan umroh. Berilah kami faedah ilmu. Baarakallahu fiikum?

Beliau menjawab:

Jawaban pertanyaan ini telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya (al-Baqarah:198):

(لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ)

"Tidak ada dosa atas kalian jika mencari karunia rezeqi Rabb kalian."

Apabila seseorang tiba dengan niat haji sambil membawa barang dagangan untuk dijual saat musim haji atau sebaliknya dia membeli barang saat musim haji untuk diberikan ke keluarganya atau untuk dijual di negaranya maka ini tidak masalah selama tujuan yang utama adalah haji atau umroh. Ini adalah keleluasaan yang diberikan oleh Allah ta'ala untuk hamba-hamba-Nya dimana Allah tidak melarang dan menghalangi mereka untuk berdagang dan mencari penghasilan. 

Contohnya seorang pemilik mobil ingin melaksanakan haji sambil mengangkut penumpang yang dibebani biaya sewa, itu dibolehkan dan tidak apa-apa sebab itu tercakup dalam keumuman firman Allah ta'ala:

(لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ)

"Tidak ada dosa atas kalian jika mencari karunia rezeqi Rabb kalian." (Majmu' Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 24/21)

Dan perlu diperhatikan bahwa tidak semua barang dagangan boleh dijual, baik itu di tanah haram atau di tempat lainnya. Ada yang halal dan ada yang tidak. Ada barang dagangan yang penjualannya perlu didukung oleh faktor lain (misalnya arahan ahli) seperti obat-obatan tertentu yang memerlukan resep dokter secara khusus bila ingin mengkosumsinya mengingat efek dari obat tersebut yang keras dan tidak bisa diterima oleh semua badan orang yang mengkonsumsinya.

Di sisi lain ada barang dagangan yang hukum asalnya bebas dijual dan didistribusikan.ke masyarakat. Oleh karena itu penjual perlu memperhatikan juga barang dagangannya ketika ingin berbisnis, baik itu di tanah haram atau selainnya. 

Dikutip dari republika.co.id, sejak dulu perniagaan adalah kebiasaan orang Quraisy saat itu, yang tak mengenal waktu dan kondisi cuaca, baik musim panas maupun dingin. Untuk melakukan transaksi perniagaan, mereka harus melintasi negara tetangga, seperti negeri Yaman dan Syam.

"Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas." (QS. Quraisy [106] :1-2)

Dalam perjalanan niaganya, mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa negeri yang dilaluinya. Hal ini merupakan nikmat yang amat besar dari Tuhan mereka. Oleh karena itu, sewajarnya mereka menyembah Allah SWT yang telah memberikan nikmat tersebut kepadanya. 

Pusat perdagangan di kota Makkah sudah ada pada zaman jahiliyah adalah Pasar Ukadz, Mijnag, dan Dzul-Majaz. Pasar tersebut pada masa awal Islam, lokasi dan penamaan daerah itu masih dipakai, tidak mengalami perubahan. Apabila ada penamaan yang salah artinya, tentu Rasul akan mengubahnya sebagaimana mengubah nama di antara para sahabat sebelum masuk Islam.
Jiwa dan semangat dagang telah mendarah daging di antara para sahabat Nabi. Pada saat ibadah haji, mereka berada di Mina, dan menggantikan kebiasaan mereka berdagang. Karena merasa ragu tentang kebenaran hal tersebut dalam Islam, maka turunlah QS. Al-Baqarah [2]: 198 yang berbunyi:

"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah SWT. di Masya'ril Haram. Dan berdizikirlah dengan menyebut nama Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat."

Sebab turunnya ayat ini, bermula dari kegundahan kaum Muslimin yang masih memakai nama pasar di zaman Jahiliyah dan melakukan kebiasaan orang kafir Jahiliyah, yaitu berdagang saat musim haji. Kondisi tersebut mendorong rasa penasaran para sahabat untuk menanyakan langsung kepada Rasulullah. 

Lebih lanjut Imam Al-Bukhari menulis dalam sahihnya bahwa pasar-pasar Zaman Jahiliyah masih dipakai pada masa Islam pertama. Dijelaskan, lokasi Pasar Ukadz terletak di antara kota Makkah dan Tha'if, yakni sebelah selatan kota Makkah mengarah ke timur. Pasar ini merupakan sentral perdagangan mereka, tempat perjanjian jual beli, tempat memperjualbelikan binatang ternak, pakaian, dan kebutuhan lainnya. 

Sedangkan Pasar Mijnah terletak di bawah Kota Makkah, berdekatan dengan Gunung Al-Ashfar. Pasar yang terbentang sekitar 12 mil ini merupakan tempat bertransaksinya suku Kinanah. Pasar Dzul Majaz berdekatan dengan Arafah, tepatnya berada di balik hamparan Arafah. Pasar ini merupakan pasar Kabilah Hudzail.

Pasar Makkah di abad ke 9 Masehi mengalami perubahan. Tercatat sekitar 30 pasar yang menjual berbagai produk, mulai dari sepatu, besi, buah-buahan segar, dan lain-lain. Pasar-pasar itu di antaranya bernama Suq Al-Lail, Al-Hadadiyin, Khaidzaiyin, Al-Faqihah, Aruthab, A sa'ah, Al-Hathab, dan lain-lain. (huda sabily)




















×
Berita Terbaru Update