Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Haji Tamu Raja Arab Saudi (4): Hajiku Sangat Nyaman, Apakah Mabrur Ya?

Sunday, June 23, 2019 | 09:17 WIB Last Updated 2019-06-23T02:17:37Z


Musim haji pun tiba. Kloter pertama jamaah haji Indonesia akan bertolak menuju Madinah pada Minggu 7 Juli 2019. Sekarang para jamaah sibuk memantapkan manasik dan menggelar acara  selamatan  atau doa bersama mengundang warga sekitar. Menyambut musim haji tahun ini, Redaksi  Global News menurunkan catatan pengalaman koresponden media ini, Achmad Supardi, yang pernah berhaji khusus atas undangan Raja Arab Saudi. Achmad Supardi yang pernah menjadi wartawan Harian Sore Surabaya Post sekarang menempuh pendidikan S3 di School of Communication and Arts, The University of Queensland, Australia.

Oleh: Achmad Supardi

HAJIMAKBUL.COM – Sebagai tamu pemerintah Arab Saudi, kami diperlakukan dengan sangat baik namun juga kurang bebas. Penginapan dan makanan, luar biasa. Di saat saudara-saudara jamaah haji Indonesia berada di maktab (penginapan) berbentuk apartemen tua dan jauh dari Masjidil Haram, kami diinapkan di hotel bintang 5 (saat ini, entahlah saat itu). Ketika mayoritas jamaah haji Indonesia berada jauh sekali dari lokasi pelemparan jumrah, kemah kami berada di depan. Yang ada di depan kami hanya kemah-kemah petugas seperti tim medis, polisi, dan sejenisnya.

Di Mina yang katanya panas itu, kami tidak merasakannya. Tenda kami sangat nyaman, dan masing-masing dari kami diberi kasur dan selimut tebal. Ber-AC pula. Salah satu yang paling membedakan, di tenda-tenda kami terdapat kamar mandi, toilet, dan tempat berwudhu dengan air yang melimpah. Saat berkeliling, saya melihat banyak sekali tenda jamaah haji lain yang akses airnya sangat sedikit. Mereka perlu antre untuk berwudhu di keran yang debitnya kecil. 

Sempat muncul keraguan, haji saya begitu mudah dan nyamannya, apakah diterima?  Apakah mabrur? Setidaknya, apakah makbul? Rasanya kok “kurang berjuang”, tidak seheroik cerita-cerita haji yang dulu saya dengar.

Sedikit pembatasan yang kami terima terjadi di Padang Arafah. Kami tidak boleh meninggalkan tenda. Padahal saat itu saya ingin sekali melihat situasi Wuquf. Ingin, misalnya, melihat Masjid Namira. Namun pembatasan itu masuk akal. Wuquf adalah momen di mana semua jamaah haji yang jutaan itu berada di satu lokasi. Sepertinya panitia tidak ingin mengambil risiko ada satu jamaahnya yang hilang, hehehe.

Seusai Wuquf, di mana-mana saya melihat sampah. Sepertinya “kebersihan adalah bagian dari iman” belum melekat dalam tindak tanduk keseharian kita. Mungkin juga karena jumlah jamaah jutaan orang.

Yang pasti, saya bersyukur memperoleh kesempatan ini. Bila dilihat dari kemampuan finansial saya, sepertinya saya baru bisa berhaji beberapa tahun lagi. Itu pun belum termasuk masa tunggunya.

Dalam momen haji gratis ini pula saya bertemu banyak jamaah dari beragam negara. Rupanya Pemerintah Saudi menghajikan banyak orang bukan hanya dari negara berpenduduk mayoritas Muslim, tapi hampir seluruh negara di dunia. Saya sempat bertemu satu jamaah asal Norwegia. Terbayang kan betapa sedikitnya Muslim di sana? (Habis)
   

×
Berita Terbaru Update