Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Muthowif: Dapat Uang, Pahala, dan Ditawari Istri

Tuesday, March 21, 2017 | 13:17 WIB Last Updated 2017-03-22T23:38:09Z




PROFESI muthowif sepertinya belum banyak diburu warga masyarakat. Mungkin karena syarat untuk melakoni profesi ini juga tidak mudah. Misalnya saja soal penguasaan bahasa Arab dan sejarah kota suci Makkah dan Madinah serta manasik haji.




Padahal profesi ini cukup menjanjikan bukan saja pendapatan tapi juga pahala dari Allah SWT dan kadang ada jamaah yang menawarkan putrinya atau saudara dan temannya untuk menjadi istri. Tentu tawaran ini berlaku bagi muthowif yang masih lajang. Tawaran tidak mungkin diberikan untuk pemandu jamaah umroh atau haji yang sudah beristri.


"Kecuali muthowifnya bohong dengan menyebut masih bujang. Tapi saya kira ini jarang, hanya saja muthowif kan juga manusia, kadang khilaf juga, sehingga ketika ditawari mengaku bujang padahal sudah punya lima orang anak hehehe...Ini hanya guyon...," kata Abdul Husain, seorang muthowif saat ditemui Hajimakbul.com di Kota Makkah belum lama ini.

Husain sendiri mengaku masih bujang. Pemuda asal Madura ini baru setahun tinggal di Makkah dan sudah menjalani profesi ini selama itu pula. Banyak pengalaman yang bisa diambil hikmahnya saat memandu jamaah umroh dan haji. Yang menyenangkan antara lain jamaah yang baik, menurut alias tidak banyak ulah, hingga memberi tips uang dan menawarkan putrinya untuk dijadikan istri. Yang tidak enak juga banyak, seperti jamaah banyak ulah, sok pintar, dan lain-lain, sehingga kadang sulit mengaturnya untuk menjalankan ibadah secara kompak dan khusyuk. Satu jamaah saja yang suka berulah mempengaruhi jamaah lain. Situasi jadi tidak enak. Tugas muthowih membuat jamaah satu rombongan saling enak, saling mendukung, gayeng, akrab seperti keluarga.


"Saya memang lajang. Masih belum punya pacar. Jadi kalo ditanya jamaah soal istri atau pacar, ya saya jawab terus terang, belum punya. Ada jamaah yang entah sungguhan atau tidak, sekedar guyonan, menawarkan putrinya untuk menikah dengan saya hehehe. Putrinya seorang bidan. Tapi masalahnya saya harus pulang kampung ke Madura, padahal saya masih senang di sini," kata Husain sambil tertawa.

Bukan hanya sekali tawaran datang. Pernah dia membawa rombongan jamaah umroh dari Jawa Timur dan Kalimatan. Lalu ada salah satu jamaah yang ternyata seorang kiai yang punya pondok pesantren di daerahnya.

Sebagai kiai tentu santrinya banyak. Termasuk santriwati. Nah ada santriwati ini yang sudah lama ikut pak kiai sehingga sudah seperti anak sendiri. Mereka ini tak sekadar belajar agama tapi sudah mengabdi di ponpes tersebut. Bahkan untuk waktu yang lama.

Nah sebagian ponpes sudah dipasrahi pula oleh orang tua santriwati untuk mencarikan suami bagi sang putri. Maka wajar bila ada kiai sekali waktu menawarkan santriwati untuk dijadikan calon istri, kepada siapa saja pria yang ditemuinya, yang tentu saja terlihat baik, sholeh, atau taat beribadah. Seorang kiai biasanya sudah punya feeling soal pria yang baik bagi santrinya ini.

"Pak Kiai hanya minta saya mengangguk saja, saya akan dapat istri hehehe. Saya diminta memilih sendiri santrinya tersebut. Disuruh datang ke pondok. Tapi lagi-lagi saya belum berani hehehee...," katanya.

Husain masih ingin belajar agama di Makkah dan melakoni pekerjaan sebagai muthowif. Lalu apakah dia akan memilih wanita Arab Saudi sebagai istri? Ditanya demikian Husain malah terbelalak.

"Tidak. Emoh! Mana kuat saya mengambil istri wanita Arab. Segalanya besar hehehe....Serba gede," ujarnya terkekeh. Tidak dijelaskan apanya yang gede. Apa bentuk tubuhnya, atau maharnya, yang konon sangat mahal. Yang jelas orang Arab memang tinggi besar. *
×
Berita Terbaru Update