Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mimbar Jumat II: Allah Mengajarkan Iptek, Cerdaslah Umat Islam!

Friday, March 31, 2017 | 10:18 WIB Last Updated 2017-03-31T06:10:20Z


Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 80 yang artinya:

“Telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu gunakan memelihara diri dalam peperanganmu.”

Setidaknya ada dua hal yang bisa dipelajari dari ayat tersebut. Pertama soal inovasi, kreativitas umat, yang diajarkan oleh Allah. Hasil kreativitas dan inovasi itu berupa produk bernama baju besi. Dalam perkembangannya, tentu Allah juga meminta agar umat terus berinovasi, berkreasi, pada bidang bidang lain, dengan ilmu yang diajarkan oleh Allah SWT tadi.



Seperti kita ketahui, Allah mengajarkan ilmu kepada umatnya, baik ilmu agama sosial budaya politik maupum ilmu alam, setidaknya dalam dua cara. Pertama secara langsung lewat wahyu kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan para nabi lain seperti Daud. Kedua, Allah menyelipkan pada fenomena alam, untuk dipelajari, diteliti, hingga ditemukan teori ilmu yang membimbing manusia membuat suatu produk. Karena itu penemuan baru di bidang iptek sudah menjadi hal lumrah di dunia Islam. 

Para ilmuwan Islam di masa generasi emas jumlahnya tak terkirakan. Tapi mengapa sekarang penemu dan inovator Islam seolah tenggelam, bisa jadi episode zaman memang demikian, mengingat pasang surut kehidupan. Umat Islam disibukkan pada konflik, peperangan, dipecah belah oleh musuh Islam, agar tak sempat meraih kembali kegemilangan dalam iptek tersebut.

Kedua, yang terbaca dari ayat di atas adalah adanya musuh Islam, yang direpresentasikan dengan musuh Daud. Musuh dalam kaitan berpikir positif sejatinya sebuah tantangan. Dalam pertempuran, musuh kita adalah prajurit lawan. Bila mereka menemukan teknologi canggih dalam militer, kita ditantang untuk mengunggulinya, bahkan ada inovasi baru, hingga bisa digunakan menggempur musuh.

Artinya perang juga bagian dari dunia yang diciptakan Allah SWT. Tinggal bagaimana kita benar benar tahu musuh yang sesungguhnya. Bukan malah memusuhi sesama muslim, atau sebaliknya memicu seseorang untuk memusuhi kita. Dalam perang akan lahir banyak inovasi sebagai respon atas apa yang terjadi di medan pertempuran.

Dalam konteks alam, musuh adalah keganasan alam itu sendiri. Ada penyakit yang semakin canggih menyerang kita, ada perubahan iklim yang semakin dahsyat mengobrak abrik kemapanan, ada emas migas di perut bumi, yang menunggu kita untuk menggalinya, dan lain lain.

Intinya manusia dituntut untuk berbuat sesuatu dengan sarana teknologi. Sehingga tidak mengherankan jika abad ke-7 M telah banyak lahir pemikir Islam yang tangguh produktif dan inovatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kepeloporan dan keunggulan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad itu. Tetapi sangat disayangkan bahwa kemajuan-kemajuan itu tidak sempat ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya sehingga tanpa sadar umat Islam akhirnya melepaskan kepeloporannya.

 Lalu bangsa Barat dengan mudah mengambil dan mentransfer ilmu dan teknologi yang dimiliki dunia Islam dan dengan mudah pula mereka membuat licik yaitu membelenggu para pemikir Islam sehinggu sampai saat ini bangsa Baratlah yang menjadi pelopor dan pengendali ilmu pengetahuan dan teknologi.

TEKNOLOGI PERADABAN ISLAM
Catatan Mohammad Ridwan, era keemasan Islam, para cendekiawan Muslim telah mengelompokkan ilmu-ilmu yang bersifat teknologis sebagai berikut:

1. Ilmu jenis-jenis bangunan
2. Ilmu optik, 
3. Ilmu pembakaran cermin
4.  Ilmu tentang pusat gravitasi
5. Ilmu pengukuran dan pemetaan
6. Ilmu tentang sungai dan kanal
7.  Ilmu jembatan
8. Ilmu tentang mesin kerek
9. Ilmu tentang mesin-mesin militer.
10. Ilmu pencarian sumber air tersembunyi. 

Dalam perkembangaannya, tentu capaian ilmuwan muslim maju pesat. Mulai dari ilmu kesehatan-kedokteran, astronomi, ilmu matematika, dan fisika. Ilmuwan Muslim itulah yang menjadi dasar peradaban Barat yang sekarang justru pongah memandang posisi negeri muslim, yang justru dikesankan terbelakang dan tidak modern. Padahal kita sudah lebih dulu modern dan terdepan.

Lalu bagaimana ilmuwan muslim bisa begitu bersemangat berinovasi? Ya karena dulu pemimpin muslim tak melepaskan agama sebagai pegangan dalam bernegara. Termasuk berpolitik. Agama Islam yang sudah komplet, terus jadi dasar dalam menjalankan negara, mulai dari mengatur pemerintahan hingga memberi peluang riset.

Para penguasa dan masyarakat di zaman kekhalifahan Islam menempatkan para rekayasawan (engineer) dalam posisi yang tinggi dan terhormat.  Mereka diberi gelar muhandis. Banyak di antara ilmuwan Muslim, pada masa itu, yang juga merangkap sebagai rekayasawan.


Al-Kindi, misalnya, selain dikenal sebagai fisikawan  dan ahli metalurgi adalah seorang rekayasawan.  Selain itu, al-Razi juga yang populer sebagai seorang ahli kimia juga berperan sebagai rekayasawan. Al-Biruni yang masyhur sebagai seorang astronom dan fisikawan juga seorang rekayasawan.
Selain itu, peradaban Islam juga telah mengenal ilmu navigasi, ilmu tentang jam, ilmu tentang timbangan dan pengkuran serta ilmu tentang alat-alat genial. 

Menurut al-Hassan, teknik mesin dan teknik sipil yang digolongkan sebagai ilmu matematika, bukan satu-satunya subyek teknologis yang dikelompokkan sebagai sains. Para ilmuwan Muslim memberi perhatian pada semua jenis pengetahuan praktis, mengklasifikasi ilmu-ilmu terapan dan subyek-subyek teknologis berdampingan dengan telaah-telaah teoritis,”  ungkap Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill   dalam Islamic Technology: An Illustrated History. 

Sejumlah kitab dan risalah yang ditulis para ilmuwan Muslim tercatat telah mengklasifikasi ilmu-ilmu terapan dan teknologis. Menurut al-Hassan, hal itu dapat dilihat dalam sederet buku atau kitab karya cendikiawan Muslim, seperti;  Mafatih al-Ulum, karya al-Khuwarizmi; Ihsa al-Ulum  (Penghitungan Ilmu-ilmu) karya al-Farabi, Kitab al-Najat, (Buku Penyelamatan) karya Ibnu Sina dan buku-buku lainnya.

Para  rekayasawan Muslim telah berhasil membangun sederet karya besar dalam bidang teknik sipil berupa; bendungan, jembatan, penerangan jalan umum, irigasi, hingga gedung pencakar langit.  Sejarah membuktikan, di era keemasannya, peradaban Islam telah mampu membangun bendungan jembatan (bridge dam). Bendung jembatan itu digunakan untuk menggerakkan roda air yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan jembatan pertama dibangun di Dezful, Iran.


Bendung jembatan itu mampu menggelontorkan 50 kubik air untuk menyuplai kebutuhan masyarakat Muslim di kota itu. Setelah muncul di Dezful, Iran bendung jembatan juga muncul di kota-kota lainnya di dunia Islam. Sehingga, masyarakat Muslim pada masa itu tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.


Selain itu, di era kekhalifahan para insinyur Muslim juga sudah mampu membangun bendungan pengatur air diversion dam. Bendungan ini digunakan untuk mengatur atau mengalihkan arus air. Bendungan pengatur air itu pertama kali dibangun insinyur Muslim di Sungai Uzaym yang terletak di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan semacam itu pun banyak dibangun di kota dan negeri lain di dunia Islam.
Pencapaian lainnya yang berhasil ditorehkan insinyur Islam dalam bidang teknik sipil adalah pembangunan penerangan jalan umum. Lampu penerangan jalan umum pertama kali dibangun oleh kekhalifahan Islam, khususnya di Cordoba. Pada masa kejayaannya, pada malam hari jalan-jalan yang mulus di kota peradaban Muslim yang berada di benua Eropa itu bertaburkan cahaya.

Selain dikenal bertabur cahaya di waktu malam, kota-kota peradaban Islam pun dikenal sangat bersih. Ternyata, pada masa itu para insinyur Muslim sudah mampu menciptakan sarana pengumpul sampah, berupa kontainer. Sesuatu yang belum pernah ada dalam peradaban manusia sebelumnya. 

Semoga generasi emas akan kembali datang. Bukan generasi Islam yang tercabik cabik. seperti sekarang. Semoga, Allahumma Amin...
×
Berita Terbaru Update