Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Orang Kristen 'Berhaji', Ditangkap dan Dihukum Mati (2): Mengapa Mereka Berani Menembus Larangan?

Monday, July 1, 2019 | 07:59 WIB Last Updated 2019-07-01T00:59:14Z

HAJIMAKBUL.COM - Kerajaan Arab Saudi sekarang menggenjot sektor pariwisata setelah tidak bisa lagi bermanja-manja dengan kemewahan karunia tuhan berupa energi fosil. Arab Saudi pun sibuk mencari investor asing atau berinvestasi di negara lain yang bisa mendatangkan devisa bagi negeri kerajaan.
  
Pangeran Mohammed telah menyusun strategi reformasi ekonomi, disebut "Visi 2030". Rencana itu berupaya mengurangi fokus Arab Saudi ke sektor minyak dan mengedepankan sektor lain. Termasuk pariwisata. Dan kota suci Makkah serta Madinah dari sisi ekonomi bisa mendatangkan devisa sektor pariwisata. 

Karena itu ada pertanyaan, mengapa orang nonmuslim dilarang menginjakkan kaki di tanah Makkah padahal bila diizinkan pasti orang Barat nonmuslim pasti akan berbondong-bondong ke sana? Selain itu, banyak hotel di sekitar Masjidil Haram disebut milik orang Barat atau berkongsi dengan pengusata Barat nonmuslim, apa para bos ini juga dilarang mendekati hotelnya yang berada tidak jauh dari Masjidil Haram?

Kita yakin Allah SWT akan melindungi dua kota suci ini dari orang-orang yang tidak selayaknya memasukinya. Namun tetap saja pertanyaan itu selalu muncul, mengapa orang nonmuslim dilarang masuk Kota Makkah?  

Bahkan kala jamaah haji dari arah Jeddah memasuki Kota Makkah, termasuk jamaah dari Indonesia, pasti akan bertanya saat di perjalanan menyaksikan satu ruas jalan yang disediakan pemerintah setempat bagi warga nonmuslim agar tak "nyelonong" masuk menuju Makkah. Jalur khusus nonmuslim.

Bagi petugas haji Indonesia atau orang yang sudah biasa berkunjung ke Kota Makkah, soal pembagian satu ruas jalan dari arah Jeddah menjadi dua arah-- satu ke Makkah dan menuju kota lain bagi warga nonmuslim--tentu tidak heran  sebab warga nonmuslim memang dilarang menginjakkan kaki di kota Makkah. Tapi sifat manusia selalu ingin tahu sehingga sengaja melanggar aturan itu.

Nah, di sinilah buku al-Masihiyun fi Makkah (Christian at Mecca, 1909) karya Augustus Ralli menjadi menarik lantaran berupaya menjawab larangan tersebut. Buku ini unik sebab kita tahu ternyata banyak orang Barat nonmuslim ternyata ingin berhaji. 

Sejak zaman dulu bahkan mungkin hingga sekarang rasa ingin tahu mereka soal kota Makkah dan haji tidak pernah luntur. Mereka terus saja berusaha memasuki kota Makkah dengan taruhan nyawa.  

Buku yang dicetak perdana pada Agustus 2011 itu pun terasa terus aktual untuk memberi pemahaman seputar ritual pelaksanaan haji melalui kaca mata orang Kristen dan nonmuslim lain. Hal ini sekaligus menjawab mengapa warga nonmuslim berani menginjakkan kaki di kota Makkah.

Melihat sejarah, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah pada 622 M di mana momen ini kemudian dijadikan titik awal penanggalan hijriyah bagi umat Islam. Di kota Madinah, Nabi Muhammad SAW mendapat sambutan dan pengikutnya pun bertambah. Lalu penyebaran akidah Islam pun meluas hingga sekarang menjadi agama terbesar di dunia.

Nabi Muhammad membangun peradaban di Kota Madinah. Membangun sistem sosial, ekonomi, kemasyarakatan hingga politik pemerintahan di kota indah ini, hingga menjadi contoh bagi sistem di negara-negara lain yang tahu betapa ajaran Islam bisa menjadi solusi bagi mereka--meski tidak harus menjadikan negara Islam. 

Karena itu, yang jadi tanda tanya, mengapa Kanjeng Nabi SAW tetap ingin kembali ke Kota Makkah, padahal Madinah lebih menjanjikan? 

Nah, pada 629 M, Nabi Muhammad SAW akhirnya kembali ke tanah kelahirannya, Makkah. Kota ini malah harus direbut dengan peperangan melawan kaum Qurays yang sudah lama memusuhi Nabi. Pasukan Islam akhirnya bisa menghancurkan pasukan Qurays. Sejak itu pula lahir undang-undang baru yang menegaskan bahwa tak seorang pun selain mukmin (muslim) boleh menginjakkan kaki di tanah Makkah. 

Hal ini karena kaum nonmuslim sudah sangat keterlaluan dalam memusuhi Islam. Nabi Muhammad sudah sangat bersabar menghadapi mereka tapi akhirnya harus mengambil keputusan tegas guna melindungi kota suci tersebut.  

Charles M. Doughty, dalam kata pengantar buku berjudul "Christian at Mecca" ini menyebut setiap musim haji pasti terjadi eksekusi mati bagi beberapa orang Kristen yang terbukti masuk ke tanah suci secara ilegal. 

Salah satunya dua warga asing yang tertangkap di Mina. Meski sudah banyak yang dihukum mati, toh hal itu tak membuat nonmuslim jera. Bahkan justru membuat mereka penasaran. Merasa tertantang. Jiwa petualangannya terusik untuk membuktikan hal itu.  

Buku ini menampilkan banyak kisah orang Eropa yang tak gentar untuk memasuki kota Makkah di musim haji. Mereka menyembunyikan jatidiri mereka, menyamar dengan pakaian muslim, melakukan tradisi dan ritual Islam, mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi sepanjang patualangannya di darat, laut dalam iklim yang ekstrem. 

Setelah mereka kembali ke negara masing-masing, mereka membawa pengetahuan yang susah payah diperoleh dari pusat Islam itu.

Buku setebal 371 halaman ini semakin menarik untuk dibaca. Esensi para patualang dari Eropa antara lain ingin memenuhi naluri ingin tahu. Tentunya termasuk ilmu pengetahuan. Para petualang itu di antaranya Ludovico Bartema (1503), Vincent Le Blanc (1568), Johann Wild (1607), Joseph Pitts (1680).

Lalu Badia Y Leblich (Ali Bey Al-Abbasi) 1807, Ullrich Jasper Seetzen (Haji Musa) 1809-1810, John Ludwig Burckhardt (Syekh Haji Ibrahim) 1814-1815, Geovanni Finati (Haji Muhammad) 1814, Leon Roches (Haji Umar) 1841-1842, George Augustus Wallin (Waliyyuddin) 1845, Sir Richard Burton (Syekh Haji Abdullah) 1853.

Ada juga Heinrich Freiherr Von Maltzan (Sayid Abdurahman Bin Muhammad al-Skikidi) 1860, Herman Bicknell (Haji abdul Wahid) 1862, John Fryer Keana (Haji Muhammad Amin) 1877-1878 dan Snouck Hurgronje (Abdul Gaffar) 1885.

Terlepas dari risiko yang diterima akibat melanggar larangan tersebut, namun setelah mengikuti rangkaian kisah para petualang itu, seakan bagi pembaca menambah kerinduan akan tanah suci Makkah dan Madinah. Kedua kota tersebut menjadi impian bagi umat Muslim. Terlebih diperoleh gambaran perkembangan transportasi modern, yang mendukung perjuangan umat Muslim untuk menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun.

Bila orang nonmuslim saja ingin tahu soal haji, apalagi orang Islam sendiri yang sebenarnya wajib haji bagi yang mampu secara fisik maupun finansial. Dari sini kita jadi tahu mengapa antrean haji sekarang bisa mencapai 30 tahun mengingat haji menyimpan banyak misteri Illahi. Berhaji memberi rasa bangga secara sosial maupun secara religiusitas. 

Orang nonmuslim "berhaji" menjadi bangga sebab bisa menembus beragam kesulitan, mendapat banyak informasi, berhasil melakukan riset, tapi tidak mendapat apa pun dari sisi religiusitas, kecuali ada hidayah dari Allah SWT hingga mereka ada yang masuk Islam dengan mengucap syahadat. Sedang bagi muslim, kebanggaannya lengkap--meski harus hati-hati bangga berlebihan bisa menjadi riya, takabur, sombong dan sejenisnya. Semoga kita semua bisa segera berhaji. Amiin! (Gatot Susanto)      


×
Berita Terbaru Update