Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mengagumi Paus dan Tokoh Nonmuslim Lain, Bolehkah?

Thursday, July 4, 2019 | 06:35 WIB Last Updated 2019-07-03T23:37:40Z
                                         Dewi bersalaman dengan Paus Fransiskus di Vatikan. (KCM/Istimewa)

HAJIMAKBUL.COM - Dewi Kartika Maharani Praswida, perempuan asal Semarang, Jawa Tengah, merasa bangga menjadi bagian dari upaya global menggaungkan toleransi antar-umat beragama. Dewi bangga mendapat kesempatan bersalaman dengan Paus Fransiskus di Vatikan. Apalagi foto dirinya bersalaman dengan Paus kemudian menjadi viral di media sosial hingga mendunia. 

Foto itu merupakan hasil jepretan kamera pada pertemuan 26 Juni 2019 lalu dengan Paus Fransiskus. Namun pertemuan itu bukan yang pertama bagi Dewi melainkan kedua kalinya. Sebelumnya, pada Maret 2018, Dewi juga pernah berjabat tangan dengan Paus Fransiskus saat acara Pre Sinode Meeting orang-orang muda dari seluruh dunia di Vatikan, Roma.  Dewi pun sempat memperkenalkan diri sebagai Muslim dari Indonesia kepada Paus Fransiskus. 

Kesannya Dewi bukan hanya bangga tapi cenderung mengidolakan Paus Fransiskus. Lalu apa boleh muslim mengidolakan tokoh nonmuslim. Minta doa atau mendoakannya, seperti isu panas yang sempat mewarnai politik di negeri ini ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat jadi idola sebagian orang Islam? 

Menurut Tafsir Ar-Razi (Mafatih Al-Ghaib), hlm. 4/168, seperti dikutip dari laman dalamislam.com, disebutkan:

“Ketahuilah bahwa pertemanan muslim dengan kafir itu ada tiga jenis:

Pertama, ia rela dengan kekufurannya dan berteman dengannya atas dasar kekufurannya. Ini dilarang karena siapa pun yang melakukan hal itu maka dia membenarkan agama itu. Membenarkan kekufuran adalah kufur. Maka mustahil ia akan tetap menjadi muslim dengan perilaku seperti ini.

Kedua, bergaul dengan orang kafir secara baik berdasarkan zhahirnya. Ini tidak dilarang.

Ketiga, ini adalah pertengahan di antara dua poin sebelumnya yakni bahwa berteman dengan orang kafir dalam arti condong, menolong, menampakkan pada mereka, adakalanya karena unsur kekerabatan atau karena suka dengan keyakinan bahwa agamanya batil (sesat).
Sikap ini tidak mengakibatkan kufur, tapi dilarang. Karena berteman dengan pengertian ini dapat berakibat pada menganggap baik pada jalannya dan rela dengan agamanya. Itu akan mengeluarkan seorang muslim dari Islam.

Allah SWT telah mengingatkan akan hal ini dalam QS Ali Imron 3:28: “Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah”.
Dengan demikian hukum mengidolakan nonmuslim itu terbagi atas tiga berdasarkan golongannya, yakni:

1. Boleh

Apabila hanya sebatas menyukainya saja karena kepintarannya, keahlian yang dimilikinya, kecantikan atau ketampanannya saja, atau menyukainya secara lahiriah saja tanpa menyangkut pautkan dengan agama yang dianutnya.

2. Makruh
Apabila mengagumi segala apa yang ada pada diri orang tersebut secara fisik namun tidak ikut membenarkan atau tidak mengakui agama yang dianutnya (selain Islam) sehingga tidak membawa diri sendiri masuk ke dalam golongan orang kafir.

3     .Haram

Apabila mengagumi dan mengidolakan orang tersebut hingga menjadi seorang fans fanatik yang membenarkan semua yang ada pada diri sang idola, mengikuti dan menyukai semua yang dilakukan sang idola dan juga ikut membenarkan atau mengakui agama yang telah dianutnya (selain Islam) sehingga membuat diri sendiri termasuk ke dalam golongan orang kafir.

Dari ketiga pembagian hukum mengidolakan nonmuslim di atas diharapkan sebagai seorang muslim kita bisa membatasi diri untuk tidak membabibuta dalam mengidolakan seseorang agar kita tidak termasuk dalam golongan kafir karena telah membenarkan semua yang dilakukan sang idola meskipun apa yang dilakukannya termasuk pada perbuatan tercela.

Dalam pertunjukan konser sang idola misalnya, hukum menonton konser dalam Islam tidak diperbolehkan apabila pada konser tersebut mempertunjukkan aurat, menuju kemaksiatan, dan hal-hal yang jauh dari ajaran Islam. Agar kita tidak terpengaruh dengan nilai-nilai yang jauh dari ajaran agama Islam karena terlalu kagum dengan sang idola yang nonmuslim maka kita harus bisa melindungi diri dengan cara meningkatkan iman dan taqwa dan berpedoman pada 
sumber pokok ajaran Islam yakni Al-Quran yang tentunya kita juga harus mengetahui fungsi Al-Quran dalam kehidupan.


Dialog Lintas Agama

Kembali ke Dewi Kartika Maharani, dia bangga sebagai muslimah asal Indonesia. Hal ini bisa menunjukkan bahwa dia kagum kepada Paus karena faktor ketokohannya, pengaruhnya yang mendunia, dan bukan soal agamanya. Selain itu, mungkin, juga factor dia telah mendapat beasiswa darinya. 

Dewi menceritakan, saat pertemuan pertama dengan Paus pada Maret 2018, dirinya tidak memiliki dokumentasi apa pun. Lalu pada pertemuan kedua pada Juni 2019, dirinya mendapat kesempatan kembali ke Roma. Saat itu, Dewi dipercaya oleh Keuskupan Agung Semarang untuk belajar dialog lintas agama di Roma selama enam bulan. Dewi pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. 

“Pertemuan kedua (dengan Paus) hari Rabu, tanggal 26 Juni 2019, di St Peter Square, Vatikan, Roma, Italia. Pertemuan itu terjadi saat studi saya berakhir,” ujar gadis yang tumbuh dan besar di Kabupaten Wonogiri ini kemarin. 

Bagi perempuan berhijab ini, bertemu dan bersalaman dengan salah satu tokoh berpengaruh di dunia menjadi pengalaman tak terlupakan. Kesannya sangat luar biasa. 

"Saya hanya orang kampung dan bukan siapa-siapa, tapi bertemu dan berjabat tangan dengan pemimpin umat Katolik Roma seluruh dunia. Jangankan ketemu Paus, mimpi ke Vatikan saja tidak pernah,” kata mahasiswa Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu. 

Dewi mengaku, saat itu hanya dirinya yang mendapat kesempatan bersalaman dan diberi kesempatan memperkenalkan diri. Dewi pun mengenalkan dirinya sebagai Muslim dari Indonesia.

 “Beliau (Paus) katakan iya dan akan mendoakan. Dalam perkenalan, saya katakan bahwa saya Muslim dari Indonesia,” ujarnya. “Kesan bertemu kedua, saya lebih berbahagia lagi karena untuk kedua kali juga saya bisa sedikit menyampaikan sesuatu. Saya merasa mendapat berkah luar biasa ketika didoakan,” ujarnya. 

Dewi berkesempatan ke Vatikan untuk kedua kali setelah mendapat beasiswa dari pemerintah Vatikan melalui Dewan Kepausan. Dewi mendalami tentang dialog lintas agama selama enam bulan di Vatikan, Roma. 

Di hari terakhir studi, dirinya pun berkesempatan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus. Saat itu, Dewi meminta Paus turut mendoakan bagi perdamaian dunia.

“Saya saja yang salaman kala itu. Saya perkenalkan diri saya kepada Paus dan saya minta beliau doakan untuk saya dan untuk perdamaian dunia," katanya. 

Dewi mengatakan, pengalaman bertemu Paus Fransiskus membuatnya semakin yakin bahwa Indonesia adalah negara yang cinta damai. Menurut dia, dialog lintas agama yang dilakukannya tidak saja berkumpul dan mengobrol. Lebih dari itu, hidup bersama saling menghargai tanpa mempermasalahkan latar belakang agama. “Indonesia itu, meski saya masih muda, saya yakin aslinya adalah akur dan rukun,” ujar Dewi.

Saat diwawancarai VOA sehari setelah tiba di tanah air, Dewi mengatakan apa yang dipelajarinya membuat ia semakin yakin bahwa perbedaan iman bukan sekat untuk saling bersaudara. Dewi yang kelahiran tahun 1996 mengaku sangat berkesan selain karena ia baru saja menyelesaikan program beasiswa dari Nostra Aetate Foundation yang semakin membuka matanya tentang pentingnya dialog lintas agama saat ini, juga baru mendapat semacam tiket untuk bisa datang ke pertemuan dengan Paus beberapa jam sebelum acara itu.

“Saya presentasi terakhir di Dewan Kepausan Untuk Dialog Lintas Agama hari Selasa (25/6), ini bagian tugas akhir masa studi saya. Hingga setelah makan siang, tiket untuk bertemu Paus belum juga dikirim ke kantor Dewan Kepausan. Karena selepas makan siang dan kantor tutup jam 5 maka harapan bertemu Paus sangat sedikit. Jadi setelah makan siang, saya putuskan pulang naik bus, eh ternyata di tengah perjalanan Romo Markus WA saya bahwa tiketnya datang. Saya bersyukur sekali,” ujar Dewi.

Sejak malam Dewi sudah berlatih menghafal apa yang akan disampaikannya kepada Paus dalam bahasa Italia. "Sebenarnya hafalan dalam bahasa Italia yang sudah saya siapkan itu isinya adalah mengucapkan terima kasih karena mendapatkan beasiswa dari pemerintah Vatikan, dan saya ingin mengatakan agar Paus tetap semangat membangun dialog lintas agama. Tetapi entah mengapa begitu bertemu, saya terkesima dan semua itu tidak keluar. hehehehe.. Yang keluar justru bahasa Inggris : “Saya Dewi, Muslim dari Indonesia, tolong doakan saya dan perdamaian di Indonesia.”Dan Paus menjawab pelan-pelan dalam bahasa Inggris “ya tentu saya doakan,” papar Dewi selanjutnya.
(kcm/tbn) 

×
Berita Terbaru Update