×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ketagihan Umroh, Apa Salah Ya Bro?

Saturday, December 16, 2017 | 09:40 WIB Last Updated 2019-02-09T01:18:48Z
                                         Umroh untuk belanja atau ibadah?


HAJIMAKBUL.COM - Setelah umroh bersama istri dan jamaah ATRIA Tour Travel pada Januari 2017 lalu, saya beberapa kali diajak teman-teman jamaah untuk berangkat umroh lagi. Tentu saja saya menjawab,"Insya Allah!" Sebuah jawaban yang dipakai untuk mengkamuflase kata "tidak" karena memang dari hitung-hitungan dana tidaklah mungkin cukup uang untuk berumroh lagi. Padahal ATRIA termasuk biro umroh haji dengan biaya murah dan layanan prima. Tapi tetap saja tidak mungkin umroh lagi sebab uang memang tidak cukup. Ya realistis saja. 

Namun, saya memakai kata "insya Allah" dan bukan "tidak bisa" karena kadang Allah memberi pertolongan orang yang ingin sesuatu tapi secara logika hitung-hitungan tidak mungkin mencapai sesuatu tersebut. Apalagi soal umroh. Lebih lebih haji. Menjadi tamu Allah adalah hak prerogatif Allah juga.

Meski tidak bisa umroh lagi, saya termasuk keranjingan ke Tanah Suci, dalam artian selalu ingin ke sana. Ini sama dengan umat Islam lain yang sudah ke Tanah Suci. Tanah Al Haram seolah memanggil-manggil, memberi kerinduan, ngangeni. Saya kira ini wajar. Apalagi saya belum berhaji. 

Seperti kita ketahui, haji dan umroh melibatkan semua aspek manusia. Fisik, psikis, ruhani, sosial, budaya, bahkan bisa merembet ke politik, kita tahu ada cagub yang suka mengumrohkan orang dengan tujuan politik kan hehehe? 

Nah karena itu banyak lapisan di sana. Berjuta bahkan bermiliar lapisan. Seperti mengupas bawang dalam jumlah jutaan, kita menemukan banyak hal pada lapisan-lapisannya, yang semakin menarik, semakin membuat penasaran, semakin membuat kita dahaga dan ingin meneguk terus kejernihan pada setiap lapisan. Ada pencerahan yang terus menerus. Ada cahaya di atas cahaya dan seterusnya.

Tapi sebaliknya, manusia punya lapisan kegelapan. Setiap ke Tanah Haram, lapisan lapisan ini pun tersingkap satu-satu. Kita akan otomatis berusaha menghapus kerak hitam pada wajah, tubuh, hati kita. Kerak yang tebal tak akan bisa dihapus hanya dalam waktu 9 hari atau satu bulan. Maka, kita pun ingin kembali mencucinya dan mencucinya di Tanah Suci.

Lalu apakah salah saya dan saudara saudara saya keranjingan umroh? Tentu tidak. Apalagi kalau pikirannya seperti saya tadi. Namun masalahnya, kadang menuruti kerinduan pada Tanah Suci, harus dengan benar dan niat yang suci pula. Banyak di antara kita rindu tanah suci tapi hanya kedok belaka. Rindu yang berselubung nafsu. Ada riak. Ada kesombongan. Padahal kesombongan dosa favorit setan. Karena tanya diri sendiri bila muncul kerinduan itu.


Lebih dari itu, semua lapisan itu ada di sekitar kita. Kita bisa mendapat pencerahan dari anak istri kita, saudara kita, tetangga, teman, kolega. Ada pada warga miskin yang jumlahnya sangat banyak di sekitar kita. Uang umroh bisa untuk mereka. Niat kita bersama warga miskin, mengajak mereka hidup bahagia, adalah step by step dari kita menyingkap lapisan lapisan tadi. Hasilnya akan sama, kita akan mendapat keberkahan dan surga yang sama, seperti yang kita rindukan di Tanah Suci. Amin. 


Sidoarjo 16 Desember 2017

Gatot Susanto
×
Berita Terbaru Update