Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Negeri Para Haji Mabrur Mestinya Semakin Makmur

Thursday, March 23, 2017 | 09:32 WIB Last Updated 2017-03-23T03:18:54Z



SEORANG teman yang secara ekonomi sudah mampu alias kaya sering kali ditanya oleh teman lain saat kami cangkruk di kafe. Fulan ini sukses sebagai pengusaha. Bahkan sekarang dia menjadi dosen di perguruan tinggi swasta di Surabaya yang bikin kantongnya makin tebal saja. Tapi mengapa dia belum juga berhaji?



"Kapan kamu berhaji," kata seorang teman lain kepadanya. Fulan bergeming. Sebagai agen baru travel haji dan umroh ATRIA, saya pun tak mau ketinggalan, ikut mengeluarkan jurus pamikat jamaah agar si teman ini segera berhaji, dan tentu saja haji plus, mengingat kemampuan finansialnya sudah mumpuni, serta bergabung dengan ATRIA.

Saya lesakkan jurus tadi. Layanan serba baik, plus plus, profesional, dan pasti amanah dari ATRIA saya sampaikan kepadanya. Tapi dia hanya tersenyum saja. Tetap bergeming.

"Kalo gitu umroh dulu saja fren. Umroh Ramadhan pahalanya sama dengan berhaji. Umroh plus liburan ke Masir, Palestina, atau Turki, siapa tahu di sana ketemu Hurem hehehe...." Hurem yang saya maksud adalah si cantik istri King Sulaeman dalam sinetron Turki. Tapi  semakin bersemangat saya memberi penawaran semakin giat pula dia memesan camilan untuk teman ngobrol ngalor ngidul di kafe Berkah itu.

Sambil mengisap Marlboro, Fulan lalu menjawab: "Saya sudah lama ingin haji. Sudah sangat lama juga ingin umroh. Tapi saya takut uyel-uyelan saat thawaf, saat salat di Hijir Ismail, apalagi berebut mencium Hajjar Aswad. Saya kok merasa sangat sangat sulit," katanya.

"Iku sawangane fren. Kelihatannya sulit, tapi di Masjidil Haram banyak yang sulit bisa jadi mudah karena pertolongan Allah SWT. Ada ibu- ibu yang sudah sangat tua tapi bisa salat dan berdoa di bawah talang emas Hijir Ismail, bahkan bisa mencium Hajjar Aswad, tergantung bagaimana dia bisa melobi yang punya Baitullah, tentu dengan banyak berdoa," kata Imron, yang sekarang dipanggil ustad.

"Mangkanya berhaji dan umroh harus khusyuk. Harus aman dan nyaman, agar diberi kemudahan, dibimbing ustad sekelas Imron ini. Dan semua itu ada di ATRIA fren," mulutku tak kunjung berhenti promosi.

Fulan lalu bicara lebih substantif. Selain soal uyel-uyelan tadi, kadang terbersit di hatinya, apa berhaji dan umroh itu tidak mubazir? Bila tidak ada kewajiban, mungkin saja dia tak akan melakukannya. Atau setidaknya hanya gugur kewajiban saja berhaji sekali seumur hidupnya.

Lantas, apa benar kata orang-orang, bahwa mereka rindu Baitullah, rindu Allah SWT, rindu Kanjeng Nabi Muhammad SAW, juga Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS? Apa benar begitu? Atau semua itu sekadar pembenar saja atas upaya melampiaskan nafsu pribadinya. Nafsu untuk naik pangkat dengan gelar haji misalnya. Nafsu untuk meraih jabatan atau harta melimpah dengan berdoa di Multazam atau di Raudhah yang katanya mustajabah alias mujarab. Tentu semua itu benar dan sah-sah saja.

Tapi Fulan merasa sudah kaya. Sudah terhormat dan disegani di masyarakat, kecuali di antara teman-temannya ini saja dia kadang jadi bulan-bulanan gojlokan. "Jumlah umat Islam di Indonesia yang sudah berhaji berapa? Ditambah yang sudah berumroh berapa?" tanya Fulan kemudian.

Saya jadi ingat lalu lalang jamaah umroh di bandara. Hari Selasa 21 Maret dan Rabu 22 Maret 2017 kemarin, misalnya,  PT. Masy'aril Haram Tour (MASTOUR) cabang Semarang,  memberangkatkan 1.046 jamaah umroh via Bandara A. Yani Semarang dan memecahkan rekor. Dalam sehari 1.000 lebih jamaah ke Tanah Suci dari satu biro umroh saja. Padahal ada 1.530 jamaah umroh dari biro umroh ini yang sisanya diterbangkan keesokan harinya.

Saat umroh beberapa waktu lalu saya terbang bersama Saudia Airlines dari Bandara Juanda langsung menuju Prince Mohammad bin Abdulaziz International Airport Madinah, dan pesawat jumbo itu penuh dengan jamaah umroh. Bahkan ada keluarga kaya di Sedati, Sidoarjo, yang umroh bersama keluarga sebanyak 17 orang. Dan ini dilakukan tiap tahun oleh keluarga pengusaha ternak bebek tersebut.


Lalu saya lihat pula beberapa travel haji umroh sudah punya daftar pemberangkatan jamaah setahun di mana kadang dalam sekali kloter ada 100-150 jamaah. Jumlah travel juga sangat amat banyak sehingga untuk jamaah umroh tentu tiap tahun bisa ratusan ribu atau bahkan jutaan jamaah dari Indonesia. "Kalo kamu minta datanya nanti saya carikan ke Depag, eh.. Kantor Kemenag. Tapi kalo jamaah haji tahun ini kuotanya 221 ribu," kataku pada Fulan.

Tahun ini kuota haji Indonesia mendapat tambahan 10 ribu menjadi 221.000, meliputi kuota haji reguler sebanyak 204.000 dan kuota haji khusus 17.000. Daftar tunggu secara umum berkurang dari 17 tahun menjadi 14 tahun. Artinya, bila Fulan daftar sekarang dia akan berangkat 14 tahun kemudian, kecuali berhaji plus yang harganya sangat mahal.


Saya kasih info demikian, dia malah mengatakan, lagi-lagi umat Islam show soal jumlah. "Ya saya yakin jutaan orang kita sudah ke Tanah Suci. Tujuannya sama, berdoa untuk dirinya, keluarganya, atau teman dan tetangga yang titip doa atau sekedar minta disebut namanya. Mestinya kumpulan jamaah haji dan umroh yang begitu banyak itu, yang doanya dikabulkan semua, membawa berkah juga saat pulang ke Tanah Air. Bukan hanya bawa kurma dan air zam zam saja. Berkah bagi kita semua, hingga negeri ini makmur sebab dihuni warganya yang hajinya mabrur," kata Fulan, meski disampaikan dengan wajah tak berdosa tapi tetap saja terasa sinis bagi saya.

"Lihat itu yang di penjara Sukamiskin. Penjaranya saja suka miskin tapi penghuninya orang yang suka kaya semua. Dan mereka banyak yang haji kan? Coba kamu bikin riset soal ini. Aku yang biayai. Kalo ada gambaran jelas, saya akan haji pakai travelmu," kata Fulan lagi.

"Wah bereet eeh berat kawan kita ini bro...," kataku pada Imron dan yang lain.

"Tapi memang haji itu panggilan. Artinya mereka yang berhaji memang dipanggil Allah untuk jadi tamu-Nya. Dia bisa siapa saja, termasuk koruptor. Mungkin dia dipanggil untuk ditegur atau dihukum, atau sekadar jadi contoh. Hei ini lo haji koruptor hehehe...Toh di Al Quran Allah SWT juga bukan hanya memberi contoh kebaikan tapi juga perbuatan buruk manusia sebagai pelajaran, sebagai cermin," kata Baihaqi yang tahun ini berhaji setelah waiting list 7 tahun.

Yup! Di situ mungkin poin pentingnya. Selama ini kita hanya mengalir saja dalam berhaji dan umroh tapi melihat, menyimak, memahami, bahkan menggali lebih dalam lagi esensi dan hikmahnya yang berlapis lapis, seperti halnya pahala dan keutamaan haji dan umroh yang dibikin Allah berlipat lipat.

Mestinya paralel antara keutamaan haji ini pada peningkatan keutamaan para jamaahnya. Dan semakin banyak warga negeri ini yang utama karena berhaji, semakin menjadikan Indonesia negeri yang utama pula. Ya mungkin itu yang ditunjukkan dengan tim bulu tangkis kita juara All England 2017 dan juara juara lain tingkat dunia dan bukan negeri yang terjerumus makin dalam ke jurang konflik politik dan korupsi.

Bukan negeri yang dikuasai orang asing. Negeri yang kadang ulamanya disetir untuk kepentingan asing. Negeri para haji ini jelas-jelas negeri yang mandiri sebab esensi haji juga soal kemandirian yang sejati, mandiri sebab yang ada antara umat dan Penciptanya saja. Bukan malah tunduk pada seorang hamba yang sok berkuasa. Semoga!






×
Berita Terbaru Update